Berkembangnya Syair
Setelah adanya perkembangan yang lebih moderat dalam berbagai sektor, bidang syair juga mengalami perkembangan yang begitu menakjubkan.
Namun, perkembangan syair ini seakan lepas kendali sehingga mendobrak banyak kaidah yang mengungkung para pujangga di masa lampau.
Dalam buku Ijinkan Kalbumu Berbisik Lagi karya Ahmad Ibnu Nizal (2011) disebutkanAbu Nawas dan Bisyar merupakan tokoh yang acapkali menyimpang dari garis para pendahulunya, sehingga boleh dikatakan termasuk angkatan pembaharu yang syair-syairnya tidak lagi mengikuti ketentuan uslub ahli agama ataupun filsafat.
Syair mereka menjurus kepada jenaka, perpeloncoan dan kritikan pedas yang lepas bebas, kendati masih penuh dengan nuansa religius, filsafat, maupun sufisme.
Ternyata dampak dari langkah ini betul-betul hebat sehingga seakan bahasa ahli syair mengental dengan warna kehidupan publik sehari-hari.
Bahasa asal publik itu sendiri seakan dibuat lumpuh tergiring dalam kebudayaan dan pengetahuan para ahli syair. Segera saja perilaku Abu Nawas ini diikuti oleh Abu Syamqamaq, Husein bin Dhahhak, Abbas bin Ahnaf, dan lain-lain.
Sayangnya, pada perkembangan selanjutnya, para pujangga itu akhirnya disusupi orang-orang yang membenci Islam, sehingga budaya adiluhung kaum muslim harus berhadapan dengan mereka yang menghendaki hancurnya Islam dari dalam, yang sedikit demi sedikit menggerogoti akidah dan syari’ah.
Lebih parahnya lagi, ada kebiasaan dalam mendendangkan syair itu tidak lepas dari arak dan wanita, apalagi di hari Nairuz.