Begini Kejamnya Pemerintah China Terhadap Anak-anak Uighur

Atas dasar ini, siswa yang orangtuanya ditahan dipaksa untuk mendaftar. Sementara itu, untuk keluarga yang lain, pemerintah menuding bahwa mereka adalah orangtua yang tidak layak karena tidak mampu menjaga anak.

Namun dalam sebuah dokumen perencanaan yang terbit pada 2017, sekolah tersebut juga dirancang untuk mengasimilasi dan mengindoktrinasi anak-anak pada usia dini. Sekolah-sekolah tersebut terlarang bagi orang luar dan dijaga ketat, jauh dari dari pengaruh keluarga.

Bahkan dalam laporan NYT, sulit untuk mewawancarai warga sekitar mengenai sekolah tersebut karena mereka takut akan ditangkap pemerintah. Data-data yang bisa ditemukan untuk mengetahui sekolah ini hanyalah dari wawancara dengan orangtua Uighur yang tinggal di pengasingan, peninjauan dokumen secara online, hingga blog para guru.

Dari dokumen yang beredar, sekolah-sekolah di sana mengharuskan anak-anak Uighur berbahasa China dan menjauhi agama mereka. Bahkan, ketika seorang pejabat tinggi Partai Komunis China di Xinjiang mengunjungi sebuah taman kanak-kanak di dekat kota perbatasan Kashgar pada bulan ini, ia mendesak para guru untuk memastikan anak-anak didiknya belajar untuk “mencintai Partai, mencintai tanah air, dan mencintai rakyat”.

Sejak awal, dalam kampanyenya, Presiden China Xi Jinping memang menggambarkan pendidikan sebagai komponen utama untuk menghapus kekerasan ekstremisme di Xinjiang. Salah satu idenya adalah dengan membangun sekolah asrama sebegai inkubator generasi baru Uighur yang sekuler dan lebih setia kepada partai serta bangsa.

Untuk melakukan kampanye ini, pihak berwenang di Xinjiang telah merekrut puluhan ribu guru dari seluruh China yang didominasi oleh bangsa Han, etnis mayoritas. Sementara orang dewasa ditempatkan dalam kamp-kamp penahanan, anak-anak Uighur ditempatkan di sekolah asrama. (*glr)