Putra Dawud, Sulaiman, mewarisi tahta serta memerintah selama 30 tahun, dan dalam masa pemerintahannya bertabur banyak kisah fantastik yang menyiratkan kemuliaan Rasul Allah SWT ini. Sulaimanlah pembangun Haikal yang batu-batunya diyakini kaum Yahudi masih tersisa serta terpasang di dinding ratapan, dan dinding ini tak lain adalah batas Masjid Al-Aqsa.
Tempat-tempat suci Kristen selama dalam pelukan tentara Muslim, tetap tidak diganggu gugat. Bahkan ketika Khalifah Umar memasuki kota ini, ia kemudian bersama Uskup Saphronius ke Gereja Kebangkitan, dan bersembahyang di luarnya. Ia bisa saja melakukan sholat di dalam gereja, tetapi itu tidak dilakukannya, dengan maksud agar orang Islam tidak terangsang merebut gereja itu dari tangan umat Kristen.
Juga, tatkala Muawiyah Ibn Abi Sufyan menjadi khalifah pada 40 Hijriyah, ia mengunjungi Bait Al-Maqdis (Al-Quds) dan bersembahyang di Golgotha, kemudian pergi ke Gethsemane serta melakukan shalat di Jirat Maria. Keduanya merupakan tempat-tempat paling suci agama Kristen di kota itu.
Dalam kunjungan ke al-Quds, Khalifah Umar juga bermaksud mencari tempat di mana Nabi Muhammad melakukan Mi’raj. Kepada Saphronius ditanyakannya ihwal Karang Suci, dan sisa-sisa Masjid Al-Aqsa. Setiba di sana dengan tangannya sendiri ia bersihkan kotoran yang bertumpuk, yang memang sengaja dilemparkan oleh orang Bizantium untuk menimbulkan kejengkelan warga kota. Dibentangkannya jubah lalu ditumpuknya kotoran-kotoran di jubah itu, diikuti orang-orang Islam lain. Setelah itu ia pergi ke ceruk tempat sembahyang Nabi Daud, bertakbir, berjusud. Ia bangun masjid di karang itu, yang dikenal sebagai masjid Kubah Karang Suci.