Pemerintah Afrika Selatan mencabut ijin operasi maskapai penerbangan Israel, El Al di negara itu karena dicurigai memfasilitasi kegiatan mata-mata polisi rahasia Israel, Shin Bet. Para agen Shin Bet ditengarai menyusup ke bandara internasional Johannesburg untuk mengumpulkan informasi tentang warga Afrika Selatan, terutama para wisatawan dari kalangan warga kulit hitam dan Muslim.
Keputusan pemerintah Afrika Selatan melarang operasional El Al di negaranya diambil setelah sebuah stasiun televisi lokal menayangkan acara investigasi yang antara lain mengutip pengakuan mantan pengawal di El Al, Jonathan Garb. Garb mengatakan bahwa maskapai penerbangan El Al sudah bertahun-tahun menjadi ujung tombak operasi para agen Shin Bet.
"Inilah operasi intelejen yang melangkahi hukum negara Afrika Selatan. Kami bisa melakukan apa saja yang kami mau dan otoritas negara bersangkutan tidak tahu apa yang kami lakukan," kata Garb pada reporter acara televisi itu yang harus menyamar untuk menggali informasi.
Investigasi untuk keperluan acara televisi tersebut dilakukan pada bulan Agustus. Kamera yang dipasang tersembunyi berhasil merekam insiden di bagian pemberangkatan bandara, yang membuktikan bahwa agen-agen intelejen Israel memang telah menyusup ke bandara Johannesburg dan melakukan tindakan rasial.
Dalam rekaman tersebut, seorang petugas maskapai penerbangan El Al mengaku sebagai "aparat keamanan bandara" meminta reporter yang sebenarnya sedang menyamar untuk menyerahkan paspor atau kartu identitasnya, dengan alasan tindakan itu sesuai dengan aturan yang diberlakukan bandara. Si reporter protes, karena ia bukan calon penumpang dan hanya menunggu temannya di bandara. Lalu, manajer kemanan El Al yang diketahui bernama Golan Rice datang dan menginterogasi si reporter yang protes tadi. Rice mengatakan bahwa reporter itu berada di area terlarang dan harus meninggalkan tempat itu.
Mengomentari rekaman tersebut Gard mengatakan,"Kami dilatih untuk mengantisipasi ancaman mendesak, yaitu lelaki Muslim. Kami diajarkan untuk berpikir bahwa lelaki Muslim bisa jadi adalah orang yang mungkin ingin melakukan bom bunuh diri. Yang lebih gila lagi, kami mencurigai orang berdasarkan ras, etnis bahkan agamanya … tapi itulah yang kami lakukan."
Garb juga mengatakan, bahwa agen-agen Shin Bet secara rutin menangkap penumpang Muslim dan warga kulit hitam. Pernyataan yang menuai kecaman publik Afrika Selatan yang pernah merasakan politik apartheid selama berpuluh-puluh tahun.
Larangan operasi El Al oleh pemerintah Afrika Selatan, menyebabkan ketegangan hubungan bilateral antara Israel-Afrika Selatan. Departemen Luar Negeri Israel sampai mengirimkan satu timnya ke Afrika Selatan, setelah Johannesburg mengancam akan mendeportasi semua staff keamanan El Al.
Pihak Afrika Selatan bersikap tegas karena Israel dianggap telah melanggar aturan hukum di Afrika Selatan yang hanya memberikan otorisasi pada polisi, tentara atau personel yang ditunjuk oleh kementerian transportasi untuk melakukan pemeriksaan penumpang. Apalagi ada informasi bahwa El Al menyelundupkan senjata atas sepengetahuan kantor kedubes Israel di Afrika Selatan. Senjata-senjata itu untuk keperluan para agen intelejen Israel yang ditugaskan di Afrika Selatan.
Mantan pengawal El Al, Jonathan Garb buka mulut soal infiltrasi agen-agen rahasia Israel di bandara Johannesburg setelah ia dipecat karena memotori aksi protes menuntut pembayaran gaji yang memadai dan jaminan kesehatan bagi para staff El Al.
Garb mengaku direkrut oleh Shin Bet pada usia 19 tahun dan dilatih di sebuah kamp rahasia di Israel. Ia ditugaskan sebagai "aparat keamanan" Israel yang dilengkapi dengan senjata sejak awal tahun 1990-an dan kerap melakukan tugas penyamaran.
Selama puluhan tahun bekerja untuk Israel, Garb mengaku telah memata-matai hampir 40.000 orang, salah satunya Virginia Tilley, pakar Timur Tengah yang juga memimpin lembaga riset Human Sciences Research Council di Afrika Selatan. Lembaga riset itu, baru-baru ini merilis laporan yang isinya menyatakan bahwa Israel telah menerapkan kebijakan kolonialisme dan apartheid terhadap rakyat Palestina.
Fakta bahwa Israel menyusupkan agen-agen intelejennya ke bandara-bandara internasional di berbagai negara, diperkuat oleh hasil penyelidikan sejumlah organisasi HAM internasional. Laporan mereka menyebutkan setidaknya ada empat bandara internasional yang diketahui menjadi tempat operasi mata-mata agen-agen rahasia Israel, yaitu bandara New York, Paris, Wina dan Jenewa. (ln/isc/counterpunch)