Sekretaris Jenderal PBB Ban-Ki Moon menyatakan terima kasihnya pada semua negara peserta Konferensi Perubahan Iklim di Nusa Dua, Bali yang berakhir sore ini, Sabtu (15/12). Ban Ki-Moon memuji fleksibilitas dan kompromi para peserta yang berasal dari 190 negara, sehingga dihasilkan kesepakatan "Bali Roadmap", untuk mengatasi masalah pemanasan global.
"Ini merupakan saat-saat yang penuh arti bagi saya dan mandat saya sebagai sekretaris jenderal. Saya pikir kesepakatan ini memberikan semangat, bahwa ada isyarat atas niat baik untuk kompromi, " kata Ban Ki Moon.
Konferensi yang berlangsung selama dua minggu ini menandai langkah maju untuk memperlambat pemanasan global yang disebabkan karena perilaku manusia, terutama penggunaan bahan bakar minyak yang berasal dari fosil. Bali Roadmap ditujukan untuk pembicaraan lebih lanjut guna menghasilkan kesepakatan baru, untuk menyukseskan Protokol Kyoto. Pembicaraan lebih lanjut akan digelar di Copenhagen pada tahun 2009.
Bali Roadmap mulai berlaku, begitu Protokol Kyoto berakhir pada 2012, di mana negara-negara seperti AS dan negara berkembang seperti China dan India untuk pertama kalinya akan mengambil langkah pengurangan bagi pengunaan emisinya.
Seperti diketahui, isu pemanasan global menjadi isu yang menjadi perhatian seluruh negara dunia karena dampaknya yang mengerikan bagi umat manusia. Para ilmuwan mengatakan, peningkatan suhu akan menyebabkan salju di kutub akan meleleh sehingga permukaan air laut akan naik, selain itu akan menimbulkan badai dan bencana kekeringan yang akan mendorong perpindahan manusia secara massal.
Menjelang detik-detik berakhirnya konferensi, pembahasan berlangsung alot dan emosional karena delegasi AS menolak proposal yang diajukan G77-kelompok negara berkembang-agar negara-negara kaya melakukan tindakan yang lebih berarti untuk membantu negara-negara maju mengatasi efek rumah kaca yang makin meningkat.
Namun akhirnya AS mau menerima usulan itu, sehingga semua peserta konferensi bisa bernafas lega. Paula Dobriansky, ketua delegasi AS mengatakan, "AS sangat komitmen dengan upaya ini dan hanya ingin benar-benar memastikan bahwa kita semua bertindak bersama-sama. "
Meski demikian, kalangan pemerhati lingkungan tidak begitu puas dengan sikap AS, terutama kompromi mereka dengan Uni Eropa agar tidak menetapkan besaran angka target pengurangan emisi untuk mengurangi dampak rumah kaca sampai tahun 2050.
Padahal, menurut para pemerhari lingkungan, persoalan itu justru yang paling esensial untuk mengurangi pemanasan global. Mereka menuding negara-negara dunia terlalu tunduk dengan kemauan AS sehingga hasil konferensi kurang memenuhi apa yang seharusnya menjadi solusi dari problem dunia yang paling mendesak saat ini. (ln/iol)