Meski dalam suasana perang, ibukota Irak, Baghdad tetap akan menggelar acara Festival Film Internasional Baghdad pada bulan ini.
Panitia penyelenggara, Ammar al-Arradi menyatakan, sekitar 55 film dari negara-negara Arab, Eropa dan Asia sudah siap diseleksi untuk ditampilkan dalam festival yang akan berlangsung mulai tanggal 26-29 Desember.
Di antara negara-negara yang mengirimkan filmnya, antara lain Kuwait, Bahrain, Qatar, Maroko, Prancis, Denmark, Belgium, Singapura dan Filipina. Dan untuk pertama kalinya, negara-negara Arab seperti Mesir, Uni Emirat Arab dan Arab Saudi, ikut mengirimkan filmnya ke festival itu.
"Sebuah komite akan memilih film-film berdasarkan selera penonton, teknik pembuatan filmnya dan tema-tema yang menyentuh masalah kemanusiaan, " kata Arradi yang juga mengetuai organisasi Association of Iraqi Filmmakers Without Borders, yang menjadi penyelenggara festival film itu.
"Beberapa film sudah ikut seleksi dalam festival film sebelumnya dan berhasil memenangkan penghargaan, " kata Arradi.
Semua film yang lolos seleksi akan ditampilkan sejak pukul 09. 00 pagi sampai 04. 00 sore dengan jeda satu jam istirahat. Baghdad, terakhir kali menggelar festival film pada tahun 2005. Festival itu hanya diikuti oleh 55 film pendek buatan lokal, yang dipadati oleh para pecinta film di Irak.
Sejak peristiwa pengeboman sebuah tempat suci Syiah di Samarra tahun 2006, Iran dilanda konflik sektarian yang membuat aktivitas hiburan jadi terhenti. Bioskop-bioskop di kota Baghdad yang biasanya dipenuhi penggemar film, jadi sepi pengunjung, bahkan selalu kosong.
Industri film Irak mulai berkembang pada era tahun 1940-an dan sangat populer pada era tahun ’70-an dan ’80-an. Menonton film, pada masa itu, menjadi salah satu kegiatan mingguan keluarga Irak. Perang Teluk tahun 1991 dan sanksi ekonomi setelah itu, membuat bisnis film di Irak merosot.
Situasinya makin memburuk ketika invasi AS ke Irak tahun 2003, di mana sejumlah bioskop diserang dan dibakar. (ln/al-arby)