Meningkatnya jumlah korban dari kalangan imam dan jamaah masjid yang menjadi target penculikan dan pembunuhan di Irak sungguh memprihatinkan. Masjid, bahkan sudah tidak menjadi tempat aman bagi kaum Muslimin untuk sekedar memenuhi panggilan shalat yang seharusnya dilakukan lima kali dalam satu hari.
Sejumlah masjid Sunni di Bashrah dan di berbagai kampung di Baghdad, belakangan ini, justeru menyerukan “shalatlah di rumah kalian”, setelah seorang bilal usai mengumandangkan azan lewat pengeras suara. Sebagian masjid lainnya, ada yang mengajak kaum Muslimin menjamak shalat Maghrib dengan shalat Isya, karena khawatir penyerangan ke arah masjid di waktu malam dan ketatnya pengamanan yang dilakukan pada waktu malam. Bukan hanya itu, sebagian masjid bahkan ada yang menetapkan untuk menutup masjidnya dan tidak digunakan lagi, demi memelihara nyawa kaum Muslimin dari kemungkinan penyerangan.
Seruan shalat di rumah, di akhir kalimat dalam azan, bermula dari tahap pengamanan ekstra yang diterapkan di Baghdad pada 14 Juni lalu. Pengamanan ekstra itu memberlakukan jam malam di mana tidak ada seorangpun yang boleh berkeliaran di waktu malam. Sementara waktu shalat isya hingga subuh adalah rentang waktu rawan yang mengancam banyak kaum Muslimin. Karena itulah, para ulama sepakat menambahkan kalimat “shalluu fii rihaalikum” yang berarti ajakan untuk shalat di rumah, di akhir azan.
Seorang imam masjid yang tak mau disebutkan identitasnya menyebutkan, langkah itu ditempuh untuk mencegah agar tidak tumpah darah kaum muslimin, dengan berdasarkan dalil syariah dalam sunnah nabi. Juga, pandangan para fuqaha yang sepakat menetapkan menjamak shalat maghrib dan isya menjadi satu waktu di waktu maghrib.
Kami telah menjelaskan kepada para jamaah shalat maghrib tentang bolehnya menjamak shalat Isya di waktu Maghrib karena kondisi keamanan yang begitu mengkhawatirkan.”
Berbagai tindak kriminalitas memang terjadi menimpa para imam dan khatib masjid di Irak. Korban terakhir adalah Syaikh Hasan Kanani, imam dan khatib Masjid Jami Muhaimin, Baghdad yang terbunuh saat ia berangkat shalat Subuh pada hari Kamis (15/6). Setelah tragedi itu, dimulailah langkah pengamanan di Baghdad. Bahkan setelah itu pun para imam masjid masih tetap menjadi target pembunuhan. Empat orang jamaah masjid juga dikabarkan menjadi korban serangan.
Anjuran para ulama tidak terbatas pada anjuran shalat di rumah dan menjamak shalat, tapi sejumlah guru Islam di Baghdad juga mengajurkan kaum Muslimin tidak menggunakan pakaian beridentitas Islam seperti sorban. Mereka menganjurkan untuk mengganti simbol-simbol Islam itu dengan celana, dan pakaian biasa untuk melindungi diri dari target penculikan dan pembunuhan.
"Pakaian gamis, sorban, adalah syarat untuk hadir dalam mata kuliah di sekolah dan untuk memasuki ujian. Tapi sekarang, manajemen sekolah memberi peringatan kepada para guru dan mahasiswa untuk menggunakan pakaian dan baju biasa,” ujar Syaikh Muhammad, guru di sekolah Imam Azham yang mencetak para dai dan khatib di Baghdad. (na-str/iol)