Pemerintah Inggris memperbaharui aturan tentang pakaian yang dikenakan untuk sekolah, termasuk tentang jilbab karena aturan edisi pertama yang dikeluarkan bulan Maret kemarin ternyata menimbulkan kebingungan dan menuai banyak kritik dari organisasi-organisasi hak asasi manusia.
Dalam edisi revisi disebutkan, sekolah yang memilih melarang siswanya mengenakan jilbab atau pakaian yang menunjukkan simbol-simbol keagamaan, diwajibkan untuk memberikan alasan yang jelas bagi pelarangan itu. "Tiap kasus tergantung pada perihal yang diatur secara khusus di tiap sekolah, " demikian bunyi sebagian isi tuntutan tentang aturan berpakaian di sekolah, yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan, Anak dan Keluarga Inggris.
Dalam aturan baru itu disebutkan pula, "Sehingga para hakim di pengadilan tidak bisa serta merta mengatakan bahwa melarang pakaian atas dasar alasan agama di skeolah-sekolah di Inggris dibolehkan, atau tidak dibolehkan. "
Revisi itu dilakukan setelah tiga siswi sebuah sekolah di Inggris mengajukan gugatan hukum dan meminta agar sekolah mereka mencabut larangan mengenakan niqab bagi siswi yang muslim. Namun gugatan mereka ditolak pengadilan.
Peraturan yang lama memberikan otoritas seluas-luasnya bagi pihak sekolah untuk menentukan kebijakan tentang pakaian yang dikenakan di sekolah. Aturan ini memicu protes dari berbagai kelompok agama, utamanya kalangan Muslim. Namun dengan adanya revisi, pihak sekolah tidak secara otomatis boleh melarang siswi Muslim mengenakan jilbab atau niqab. Itu artinya, pihak sekolah harus bisa memberikan alasan yang kuat di depan hukum, jika ingin memberlakukan larangan jilbab di sekolahnya.
Edisi revisi peraturan itu menyatakan bahwa siswa-siswi yang melanggar aturan berpakaian ke sekolah, boleh di "rumah"kan tapi tidak boleh dikeluarkan dari sekolah.
Sejumlah pakar pendidikan dan politisi di Inggris menilai aturan yang baru direvisi itu justru akan menempatkan sekolah-sekolah pada posisi yang sulit. Sekolah-sekolah, menurut Sekretaris Jenderal National Association of Head Teachers, Mick Brookes akan menghadapi banyak gugatan hukum. Ia berpendapat, jika aturan baru itu terbukti menyulitkan pihak sekolah, lebih baik aturan tersebut dihapus saja.
Anggota Parlemen Paul Goodman juga berpendapat sama dengan Brookes. "Aturan itu nampaknya akan membingungkan para guru, sekolah dan para gubernur, " ujarnya.
Namun juru bicara pemerintah Inggris menegaskan bahwa setiap warga negara dilindungi oleh konstitusi untuk mengajukan gugatan hukum jika mereka merasa diperlakukan tidak adil. (ln/iol)