Eropa melarang sejumlah intelektual Muslim memberikan ceramah atau menjadi pembicara dalam event-event internasional, untuk mencegah menyebarnya ekstrimisme dan sikap anti semit di benua itu.
Larangan itu menyulitkan penyelenggara acara yang ingin menghadirkan para cendikiawan Muslim itu, seperti yang dialami Ketua Union of French Islamic Organizations (UOIF), Lhaj Thami Breze. Ia mengaku kesulitan untuk mengundang sejumlah cendikiawan Muslim terkemuka dari seluruh dunia untuk acara tahunan konferensi Bourget. Karena ternyata, beberapa nama pemuka Islam itu masuk dalam daftar hitam di Eropa.
Konferensi Bourget yang akan digelar selama empat hari merupakan konferensi Muslim terbesar di Eropa. Pada tahun lalu, konferensi ini dihadiri sekitar 1. 500 Muslim dari seluruh Eropa.
"Banyak tokoh Muslim moderat dari Timur dan Barat, termasuk para pemikir dari Eropa yang dilarang hadir, " ujar Breeze.
Di antara nama-nama yang masuk daftar hitam di Eropa adalah pemikir Muslim kakak beradik Hany dan Tariq Ramadan, direktur Islamic Center di Jenewa. Hany pernah tidak diizinkan memberikan sejumlah ceramahnya di Al-Shatabi Center di kota Lyon. Begitu juga dengan Tariq, ia dilarang memberikan kuliahnya di Brussel Free University pada 22 Februari kemarin.
Cendikiawan Muslim lainnya yang pernah dilarang memberikan ceramahnya di Eropa adalah Nadia Yassine, juru bicara Partai Amal dan Keadilan Maroko dan Syaikh Rashid al-Ghannoushi, pemimpin Gerakan Pembaruan Tunisia. Keduanya tidak diizinkan hadir dalam seminar "Islam dan Demokrasi" yang digelar di Italia.
Larangan-larangan itu ternyata berkat lobi-lobi yang dilakukan oleh kelompok Yahudi di Italia dan sejumlah negara Eropa lainnya. Kelompok Yahudi ini beralasan, para cendikiawan Muslim itu menolak mengakui eksistensi Israel dan telah menimbulkan rasa kebencian dan tindak kekerasan.
Atas lobi Israel juga, pada tahun 2005, Presiden Persatuan Ulama Muslim Internasional Syaikh Yusuf al-Qaradawi dilarang datang ke Inggris. Namun larangan itu ditentang walikota London Ken Livingstone. Ia bahkan mengancam akan menuntut pemerintah Inggris jika melarang kedatangan Syaikh Qaradawi.
Standar Ganda
Bagi organisasi-organisasi dan aktivis Muslim, larangan-larangan semacam ini menunjukkan sikap Eropa yang menerapkan standar ganda bagi warga Muslim.
"Prinsip-prinsip kesetaraan dan kebebasan berekspresi tidak berlaku jika terkait dengan warga Muslim. Keamanan nasional selalu menjadi alasan untuk membatasi hak-hak warga Muslim, " ujar Muhammad al-Mestiri, kepala International Institute of Islamic Thought.
Al-Mestiri menambahkan, "Yang lebih membingungkan lagi, orang-orang yang radikal justeru diberi ruang dan media massa berlomba-lomba mewawancarai mereka. "
Ketua UOIF, Lhaj Thami Breeze membenarkan hal itu dan situasi ini membuatnya tidak percaya lagi dengan nilai-nilai kebebasan ekspresi yang selama ini didengung-dengungkan Eropa. (ln/iol)