Myanmar (juga dikenal sebagai Birma, disebut “Burma” di dunia Barat) hari Senin kemarin (15/10) mengumumkan bahwa Organisasi Kerjasama Islam (OKI) tidak diijinkan membuka kantor cabang di negara itu, atau mencabut kesepakatan dicatelahpai dengan OKI bulan lalu.
Presiden Burma, Thein Sein, memutuskan untuk menghentikan rencana pembukaan kantor Organisasi Kerja Sama Islam, OKI, tersebut.
OKI sebelumnya berencana akan membuka kantor di dua kota Burma untuk membantu Muslim Rohingya yang terkena dampak kekerasan antara umat beragama beberapa waktu lalu.
Zaw Htay dari kantor kepresidenan menjelaskan keputusan itu kepada media dalam sebuah siaran pers berbahasa Burma. Ia mengatakan kabar bahwa pembukaan kantor cabang OKI telah menyebar di kalangan warga Burma. Tetapi, katanya, sesuai kehendak rakyat maka presiden tidak akan mengijinkan dibukanya kantor cabang OKI di Burma.
Sebelumnya ribuan biksu Budha melakukan serangkaian unjuk rasa untuk menentang rencana pembukaan kantor OKI.
Hari Senin 15 Oktober, beberapa jam sebelum pengumuman, sejumlah biksu dan warga kembali menggelar unjuk rasa di Rangoon dan Mandalay. Mereka antara lain membawa spanduk bertuliskan “Ke luar OKI’ dan ‘Tidak ada OKI’.
Sebagian mengatakan tidak akan menghentikan unjuk rasa sampai pemerintah memutuskan untuk menghentikan rencana pembukaan kantor OKI.
“OKI hanya untuk orang Bengali dan bukan untuk kami,” tutur Pyin Nyar Nanda, salah seorang biksu yang ikut unjuk rasa kepada kantor berita Reuters.
Pekan lalu OKI menyatakan kepada sejumlah kantor berita bahwa mereka sudah mendapat izin untuk membuka kantor di Burma.
Namun OKI menyatakan kepada BBC belum menerima surat pemberitahuan dari pemerintah Burma mengenai pembatalan kantor tersebut hingga Senin (15/10) tengah hari waktu London.
Pemerintah Burma menganggap warga Rohingya -yang diperkirakan berjumlah sekitar 800.000- lebih merupakan orang Bengali yang merupakan pendatang gelap di Burma.
Bulan Juni tahun ini, marak kekerasan antara umat Budha dan Islam di negara bagian Rakhine, yang menyebabkan sekitar 80 orang tewas sementara 4.000 rumah hancur dibakar.
Sejumlah negara Islam, yang bergabung di OKI, menyatakan pemeluk Islam mendapat perlakuan yang tidak adil, baik saat berupaya mengatasi bentrokan maupun dalam kehidupan sehari-hari.(fq/bbc/voa)