AS Tetap akan Terapkan Kebijakan Anti-Teroris yang Keras

Pemerintah AS tak peduli dengan protes dunia internasional atas tindakan pasukan militernya yang menyerang wilayah negara lain. Pemerintahan George W. Bush bahkan menyatakan akan tetap memberlakukan kebijakan keras dalam melawan terorisme.

Pakistan adalah negara yang berulangkali menjadi korban serangan pasukan AS di Afghanistan. Belakangan, Suriah juga mengambil sikap tegas sebagai protes atas serangan tentara AS ke wilayahnya yang menyebabkan delapan warga sipil menjadi korban.

Dalam keterangan pers singkat hari Rabu kemarin, Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Sean McCormack menegaskan bahwa Presiden Bush dan jajaran pemerintahannya harus membuat keputusan-keputusan yang keras dalam memberantas terorisme guna melindungi rakyat Amerika. Dan kebijakan itu tetap harus dilakukan oleh presiden AS yang baru usai pemilu nanti.

"Presiden dan para penasehatnya meyakini bahwa mereka telah mengambil langkah yang tepat. Pemerintahan baru akan segera datang, mereka akan membuat kebijakannya sendiri tentang masalah ini. Tapi tak seorang pun boleh berilusi bahwa dunia di luar sana aman dan tidak ada ancaman terhadap negara AS, sahabat-sahabat kita, sekutu-sekutu kita dan kepentingan-kepentingan kita. Tanggung jawab pemerintah untuk melindungi rakyatnya," papar McCormack.

Jubir Deplu AS mengungkapkan hal tersebut mengomentari protes yang disampaikan negara Pakistan atas serangan-serangan yang dilakukan tentara AS di Afghanistan ke wilayah Pakistan. Pakistan secara resmi menyampaikan protesnya pada pemerintah AS lewat Dubes AS di Pakistan Anne Patterson.

Lebih lanjut McCormack mengatakan, Pakistan juga berkepentingan untuk mengantisipasi ancaman tindak kekerasan dari kelompok ekstrimis yang memiliki agenda yang membahayakan Pakistan dan AS. Untuk itu, kata McCormak, AS yakin Pakistan akan tetap melanjutkan kerjasama yang erat dengan AS dalam melawan terorisme.

Kerjasama di Perbatasan

Sementara itu, otoritas pemerintah Pakistan, Afghanistan dan AS membentuk patroli gabungan di perbatasan sebagai upaya untuk melawan terorisme. Untuk tahap pertama, kesepakatan pembentukan patroli gabungan di perbatasan akan dilaksanakan selama enam bulan.

Komandan pasukan Afghanistan, Jenderal Abdul Rahim Faizi mengatakan, patroli gabungan ini memberi kewenangan bagi tentara dari ketiga negara itu untuk saling bekerjsama di pusat-pusat kordinasi, agar mereka bisa lebih akurat dalam mencapai target "musuh".

Di pihak AS, Brigadir Jenderal Mark Milley menyatakan, pembentukan pusat patroli gabungan antara Pakistan, Afghanistan dan militer AS di Khyber Pass bertujuan untuk memecahkan berbagai kendala keamanan akibat kurangnya kordinasi di sepanjang perbatasan termasuk untuk mencegah insiden salah tembak antar pasukan sendiri.

"Masalah yang kami hadapi adalah masalah regional. Agar kerjasama ini sukses, dibutuhkan sikap yang sangat kooperatif antara Pakistan, Afghanistan dan pasukan internasional di Aghanistan," kata Milley. (ln/VOA)