AS menyatakan siap membuka hubungan bilateral dengan Iran dan melakukan dialog terkait proyek nuklir Iran yang kini menjadi topik perdebatan yang kian memanas. Namun niat AS itu bukan tanpa syarat.
Syarat yang diberikan pun cenderung sepihak dan memaksakan kehendak, yakni Iran harus hentikan dulu proyek pengembangan uraniumnya. Baru setelah itu dialog.
Menlu AS Condoleezaa Rice mengemukakan hal itu dalam pertemuan bersama sejumlah kolumnis media massa AS. “Jika Iran menghentikan proyek pengembangan uraniumnya, dan kemudian melibatkan kami dalam dialog, kita harus membuka peluang yang bisa bermanfaat ini, untuk bisa membuka hubungan bilateral yang bisa mengoptimalkan banyak hal, ” ujar Rice.
Menurut Rice, AS siap terlibat dalam dialog yang dilakukan oleh enam negara pemerhati masalah nuklir Iran (AS, Rusia, China, Inggris, Prancis, Jerman). Tapi sampai kini, katanya, kesiapan itu masih belum mungkin diwujudkan.
Semenara itu, Presiden Iran Mahmud Ahmadinejad akan menggelar konperensi pers tentang perkembangan baru proyek nuklir yang berhasil dicapai Iran. Dua hari lalu, ia telah menjanjikan pada rakyat Iran, “Kalian akan mendengarkan berita tentang proyek nuklir negeri kalian”, tanpa memberitahu kapan pastinya informasi baru itu akan ia sampaikan pada rakyat Iran.
Iran sendiri sampai hari ii masih tetap bertekad melanjutkan proyek nuklirnya. Tapi Iran menolak bila dianggap menolak pantauan International Atomic Energy Agency (IAEA).
Perkembangan proyek pengembangan uranium Iran memang memicu kekhawatiran besar. Tokoh ahli nuklir asal Rusia Yevjeny Vilokov, mengatakan bahwa senjata nuklir Iran hanya soal waktu saja. Yevjeny yang juga pakar ilmu fisika dan bertugas membantu Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, “Sudah sangat jelas Iran memiliki kemampuan teknis untuk memproduksi senjata nuklir. ”
Sementara Iran mengatakan, program nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai. (na-str/aljzr)