AS Mengalami Syndrome Irak

AS barangkali mengalami "Syndrome Iraq", diakibatkan pengalamannya di Iraq yang pahit selama melakukan pendudukan di negeri "1001 Malam" itu. AS pernah mengalami "Syndrom Vietnam", di mana AS kalah dalam perang di Vietnam, yang menyebabkan trauma panjang bagi AS, yang selalu melakukan petualangan militer.

AS menginvasi Iraq dan Afghanistan secara unilateral (sepihak), tanpa persetujuan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Ketika Presiden AS George Bush memutuskan melakukan invasi ke Iraq bertindak secara unilateral. Presiden George Bush dengan doktrin "preemptip“ AS menggebuk Saddam. AS di era Presiden Bush mengembangkan kebijakan yang disebut dengan terminologi atau doktrin “unilateralism,” “preemption,” “preventive war,” and “indispensable nationhood,”. Artinya, AS tidak memerlukan legalitas siapapun dalam bertindak menghadapi ancaman.

Presiden George Bush atas dasar alasan ingin menegakkan demokrasi, dan memberangus "Setan", dia menggunakan kekuatan militernya untuk menggebuk negara-negara yang dituduh menjadi ancaman demokrasi dan kebebasan. Tidak peduli dampaknya. Pada Presiden Bush berkuasa, AS harus mengeluarkan anggaran yang sangat pantastis, dan belum pernah terjadi sepanjang sejarah AS, begitu besarnya anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah AS untuk melakukan petualangan militer di luar negeri.

AS mengeluarkan anggaran lebih $ 5 triliun dolar untuk menggencet Saddam, menghancurkan Taliban, dan perang melawan Al-Qaidah dan terorisme, yang ibaratnya AS seperti perang melawan para hantu. Karena, akhirnya AS terkena karma, mengalami krisis finansial yang hebat. Uang pemerintah AS habis untuk membiaya perang, dan APBN nya mengalami defisit, hingga lebh $ 3 triliun dolar. Smentara itu, AS memiliki utang luar negeri, yang jumlah mencapai $ 15 trilun dolar!

Sekarang Presiden AS Barack Obama harus mengaca kembali sejarah petualangan yang dilakukan militernya. Krisis ekonomi yang dihadapi belum pulih. Sekarang Presiden Obama harus melakukan pilihan. Fokus menghadapi masalah dalam negeri, atau mengirim tentaranya ke Libya, dan terlibat perang darat?

Obama mengambil pelajaran dari Bush, dan tidak bertindak secara unilateral menghadapi si gila "Gadhafi", maka langkah yang AS mendorong lembaga multilateral (PBB), mengambil keputusan melalui resolusi DK PBB yang memberlakukan zona larang terbang bagi Libya, menjadi alasan AS mengebuk Gadhafi. Sekarang komando militer koalisi tidak lagi dibawah komando AS, tetapi diserahkan kepada Nato.

AS belajar dari "Syndrom Iraq", "Syndrom Vietnam", dan "Syndrom Afghanistan", tidak berani melakukan petualangan militer seperti Bush, secara unilateral, dan keputusan Obama mengebuk Muammar Gadhafi mendapatkan dukungan sekutunya, dan legalitas DK PBB, serta Liga Arab.

Inilah langkah strategis AS untuk memaksa negara Arab dan Afrika Utara menerima demokrasi, dan dengan menggunakan kekuatan militer memaksa para pejahat yang dengan tega membunuhi rakyatnya sendiri seperti Gadhafi harus turun dan meninggalkan kekuasaan.

Klimak dari kebijakan AS itu, di tindak lanjuti oleh konferensi internasional di London, yang dihadiri para pemimpin 40 negara di dunia, yang menjadi sekutu atau aliansi AS, dan sekarang para pemimpin itu, meminta Kolonel Muammar Gadhafi turun dari kekuasaannya, yang sudah digenggamnya selama 40 tahun lebih. (mh)