AS menegaskan kembali sebagai negara yang mendominasi perdagangan senjata di seluruh dunia. Laporan Kongres AS menyebutkan, AS menguasai hampir 42 persen pasar persenjataan dunia.
Laporan bertajuk Conventional Arms Transfer to Developing Nations menyebutkan bahwa nilai penjualan senjata AS pada tahun 2006 mencapai 16, 9 milyar dollar, naik 3, 4 milyar dollar dari tahun 2005.
Peningkatan itu dipicu oleh perang di Irak dan Afghanistan dan menajamnya persaingan antara India dan Pakistan. Pakistan, sebagai sekutu dekat AS, adalah negara berkembang yang paling banyak membeli senjata dari AS, dengan nilai mencapai 5, 1 milyar dollar. Selain persenjataan, AS juga akan menyediakan 36 pesawat tempur jenis F-16 yang sudah di upgrade dengan nilai 1, 4 milyar dollar, juga beragam jenis misil dan bom.
Dengan Saudi Arabia, AS sudah mencapai kesepakatan senilai 340 juta dollar untuk memodernisasi helikopter Apache jenis AH-64A. Sementara dengan Uni Emirat Arab, AS menjual misil-misil dari laut ke udara senilai 106 juta dollar.
Menurut Richard Grimmett, pakar pertahanan nasional di Congressional Report Service dan penulis utama dari studi penjualan senjata AS, adanya perubahan kepentingan di bidang ekonomi dan politik telah mendorong meningkatnya penjualan senjata di dunia, pasca perang dingin.
Selama Perang Dunia II, kata Grimmet, penjualan senjata AS ditujukan untuk memastikan bahwa negara-negara yang dekat dengan AS memiliki persediaan senjata yang cukup. Tapi sekarang, motivasi penjualan senjata AS berubah.
"Sekarang, motivasinya lebih berdasarkan pada pertimbangan-pertimbangan ekonomi seperti juga pertimbangan kebijakan luar negeri dan keamanan nasional, " tukas Grimmett.
Negara kedua yang paling besar nilai penjualan senjatanya adalah Rusia, sebesar 1, 2 milyar dollar dan meliputi 21, 6 persen pasar senjata internasional. Rusia menjual sejumlah senjatanya pada Venezuela-musuh AS di Amerika Latin-dengan nilai satu milyar dollar berupa dua pesawat jet tempur, kendaraan-kendaraan militer dan helikopter penyerang.
Moskow juga menawarkan bantuan pada Venezuela untuk membangun pabrik pembuatan senjata jenis AK-47, senjata buatan Rusia yang banyak digunakan milisi-milisi bersenjata di dunia.
"Keputusan dia (Chavez) untuk meningkatkan peralatan militer dengan membelinya dari Rusia membuat AS resah. Chavez sepertinya berupaya untuk menjadikan Venezuela sebagai kekuatan militer yang penting di Amerika Latin, " papar Grimmett.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, meski ada kekhawatiran adanya perlombaan senjata antar negara di dunia, sebenarnya nilai penjualan senjata tahun ini secara menyeluruh mengalami penurunan dari 46, 3 milyar dollar menjadi 40, 3 milyar dollar.
Yang paling terpukul oleh menurunnya transaksi perdagangan senjata adalah negara-negara Eropa Barat. Empat negara utama pemasok senjata di Eropa-Prancis, Inggris, Jerman dan Italia-nilai kesepakatan perdagangan senjatanya dengan negara-negara berkembang turun hampir setengahnya. Karena negara-negara berkembang lebih memilih senjata-senjata buatan AS.
Studi yang dilakukan Grimmett juga mengungkap perdagangan senjata ilegal yang nilainya mencapai 10 milyar dollar.
Laporan studi tersebut dirilis setelah 139 negara anggota PBB menggelar voting untuk membentuk kesepakatan yang disebut Arms Trade Treaty. Kesepakatan ini dibentuk untuk mencegah penjualan senjata ilegal yang bisa memicu konflik, kemiskinan dan pelanggaran serius hak asasi manusia. Dan satu-satunya negara yang menentang kesepakatan itu adalah Amerika Serikat. (ln/aljz)