AS dan Israel sedang menyusun skenario untuk menggulingkan pemerintahan Hamas di Palestina yang terpilih secara demokratis dalam pemilu yang baru lalu. Laporan yang dimuat di surat kabar The New York Times edisi Selasa (14/2) yang mengutip pernyataan sejumlah pejabat Israel dan diplomat Barat menyebutkan, skenario yang akan dilakukan adalah mengganggu stabilitas pemerintahan di Palestina yang dipimpin Hamas sampai muncul desakan agar dilaksanakan pemilu baru dan pemerintahan Hamas digantikan pemerintahan baru.
Upaya mengganggu stabilitas pemerintah Palestina yang saat ini dipegang Hamas antara lain dengan tidak memberikan bantuan dana pada pemerintah otoritas Palestina dan memutus hubungan Hamas dengan dunia internasional selama beberapa bulan, sampai pada titik di mana Presidennya, Mahmoud Abbas memaksa adanya pemilihan umum baru. Dengan menciptakan kondisi ini, AS dan Israel berharap rakyat Palestina akan merasa tidak nyaman lagi di bawah pemerintahan Hamas, kemudian mereka meminta adanya reformasi di pemerintahan.
Para pejabat Israel dan diplomat Barat yang mengungkapkan bahwa skenario menggulingkan pemerintahan Hamas ini sedang dibicarakan di tingkat tinggi departemen luar negeri AS dan pemerintah Israel, menolak diungkap jati dirinya dengan alasan tidak dalam kapasitas memberikan keterangan dalam isu ini.
Mereka mengatakan, Hamas akan diberikan pilihan: mengakui eksistensi Israel, menghentikan kekerasan dan menerima kesepakatan Palestina-Israel yang dibuat sebelumnya oleh Barat dan PBB, atau akan menghadapi isolasi dan negara Palestina akan runtuh.
Para pejabat Israel yang membuat rencana ini tahu bahwa para pemimpin Hamas berulang kali menyatakan menolak desakan Israel agar mereka mengubah kebijakan politiknya. Intinya adalah memberikan pilihan ini pada pundak Hamas. Kalau mereka salah membuat pilihan, semua opsi mengarah pada situasi yang buruk," kata seorang diplomat Barat.
Upaya mengganggu stabilitas pemerintahan Hamas di Palestina sengaja difokuskan pada bantuan dana karena melihat kondisi keuangan otoritas pemerintahan Palestina. Setiap bulannya, keuangan pemerintah Palestina mengalami defisit sebesar 60 juta dollar sampai 70 juta dollar AS, meski sudah mendapatkan dana dari Israel sebesar 50 juta sampai 55 juta dollar AS per bulan sebagai bagian dari pendapatan pajak dan cukai yang dikumpulkan Israel dari perbatasan-perbatasan.
Mulai bulan depan, otoritas Palestina diperkirakan akan mengalami defisit keuangan sedikitnya 110 juta dollar AS per bulan atau lebih dari 1 milyar dollar pertahun. Dana-dana itu digunakan untuk membayar gaji sekitar 140 ribu pegawai pemerintahan Palestina, termasuk 58 ribu anggota pasukan keamanan yang kebanyakan berafiliasi dengan gerakan Fatah.
Jika pemerintahan Hamas tidak bisa membayar gaji pegawai, tidak bisa mengimpor barang, transfer uang dan hanya menerima bantuan dari pihak luar, Presiden Mahmoud Abbas diharapkan akan meminta otoritas pemerintah untuk membubarkan parlemen yang sekarang didominasi Hamas dan menyerukan pemilihan umum baru.
"Hamas memang mendapatkan bantuan sebesar 100 ribu dollar perbulan dari luar negeri. Tapi akan sangat sulit bagi Palestina untuk mendapatkan jutaan dollar untuk kas mereka," ujar sejumlah pejabat Israel dan Barat.
Secara khusus, AS dan Uni Eropa menginginkan agar kegagalan pemerintahan Hamas ini nantinya terlihat sebagai kegagalan Hamas sendiri dalam mengelola pemerintahan di Palestina dan bukan karena ada intevensi Israel dan Barat. Para pejabat Barat mengatakan, Israel dan Barat kini sangat menggantungkan harapan pada Mahmoud Abbas untuk mengubah kebijakan Hamas.
Di Washington, Gedung Putih dan duta besar Israel untuk AS membantah laporan tentang rencana AS dan Israel menggulingkan pemerintahan Hamas. Departemen Luar Negeri AS mengatakan, AS akan meninjau kembali bantuannya pada Palestina dan keputusannya baru bisa diketahui dalam dua minggu ini.
Reaksi Hamas
Menanggapi laporan adanya konspirasi AS-Israel ini, Hamas mengecam intevensi AS atas kebijakan pemerintahan Palestina. Pemimpin Hamas, Khaled Meshaal menegaskan, Hamas tidak punya rencana untuk mengakui keberadaan Israel seperti yang dituntut Barat.
"Tidak akan ada pengakuan terhadap Israel dan tidak akan ada keamanan selama masih ada penjajahan dan kekuatan kolonial. Hamas akan tetap pada pilihan strateginya," tegas Meshaal dari Khartoum, Sudan.
Pejabat Hamas lainnya, Mushir al-Masri mengatakan, upaya-upaya untuk menyuramkan masa depan pemerintahan Hamas adalah tindakan yang munafik. "Hal itu merupakan bentuk penolakan terhadap proses demokrasi yang selama ini didengung-dengungkan Amerika. Ini merupakan bentuk campur tangan hukuman kolektif bagi rakyat kami yang telah menjalankan proses demokrasi secara transparan dan dengan cara yang jujur," kata al-Masri.
Lebih lanjut, Meshaal yang kini sedang melakukan kunjungan ke berbagai negara untuk mencari dukungan terhadap pemerintahan Hamas menyatakan, pihaknya masih berharap bisa membentuk pemerintahan koaliasi dengan semua faksi di Palestina, termasuk Fatah.
"Demi Tuhan, Israel tidak akan merasa aman dan tidak akan mendapatkan legitimasi. Dunia seharusnya mendesak komitmen Israel untuk mundur dari wilayah kami dan menghentikan penjajahan serta agresi dan membiarkan rakyat Palestina untuk memdirikan negara mereka yang merdeka dengan Yerusalem sebagai ibukotanya, " tegas Meshaal di tengah para pendukung Hamas.
Sementara itu, juru runding Palestina Saeb erekat mengatakan, ‘bicara soal upaya menggulingkan pemerintahan Hamas hanya akan menimbulkan persoalan.’ Bangsa Palestina bisa saja menyalahkan AS dan Israel, bukan Hamas, atas penderitaan yang mereka alami kalau dana bantuan mereka diputus. Namun Hamas akan tetap berupaya mendapatkan bantuan dari dunia Islam. (ln/arabworldnews)