AS meminta masukan dari sekutunya Inggris untuk menutup kamp penjara Guantanamo dan kemungkinan mengembalikan para tahananannya ke negara masing-masing, menyusul makin menguatnya tekanan dunia internasional yang meminta AS segera menutup kamp penjara Guantanamo.
Sekretaris asisten deputi departemen luar negeri AS, Collen Graffy pada BBC mengungkapkan bahwa pembicaraan tentang masalah itu masih berlanjut antaras AS dan Inggris.
"Diharapkan, setelah bertahun-tahun, kami akan menemukan cara untuk membebaskan mereka (para tahanan Guantanamo) ke negara masing-masing atau menyatakan bahwa mereka bukan lagi orang-orang yang ingin membunuh kami," kata Graffy.
AS memang mendapat tekanan kuat untuk menutup kamp tahanan Guantanamo, setelah terungkap bahwa AS memperlakukan para tahanan di penjara itu dengan sewenang-wenang. Dalam editorialnya pada Sabtu (18/2) lalu, The New York Times menyatakan bahwa Washington membutuhkan kebijakan penjara yang sesuai dengan hukum dan prinsip-prinsip demokrasi. "Sekarang, satu-satunya solusi adalah menutup semenanjung Guantanamo dan memperhitungkan para tahanannya secara terbuka dan adil," tulis surat kabar itu.
Harian The Independent juga menurunkan laporannya pada Minggu (12/3) tentang adanya pembicaraan antara Washington dan Inggris untuk menutup kamp penjara Guantanamo. The Independent menyebutkan, Jaksa Agung AS Alberto Gonzales di London pada pekan lalu, menanyakan pendapat Inggris tentang upaya AS untuk mendeportasi para tahanan yang diduga terlibat dalam aksi terorisme ke negara asalnya masing-masing.
Pemerintahan Bush menginginkan para tersangka terorisme dipenjara di negara asal mereka saja, yang juga punya reputasi buruk dalam tindak penyiksaan dan pembunuhan di luar proses hukum. Sejauh ini, Inggris sudah menandatangani kesepakatan dengan tiga negara yaitu Libanon, Yordania dan Libya agar tidak melakukan penyiksaan terhadap tahanan yang dideportasi dari Inggris.
Pada tahun lalu, pemerintahan Blair dipaksa untu membebaskan belasan orang yang dicurigai sebagai anggota Al-Qaida dari penjara dengan sistem keamanan paling ketat, setelah House of Lords menyatakan bahwa penahanan mereka tidak sesuai dengan prosedur hukum dan merupakan pelanggaran terhadap undang-undang hak asasi manusia.
AS tidak terikat dengan peraturan seperti yang berlaku di Inggris, meski demikian mereka cukup tersengat dengan makin meluasnya kritik dari seluruh dunia tentang kelakuan AS terhadap para tahanan di Guantanamo.
Laporan Komisi Hak Asasi Manusia PBB di Jenewa merekomendasikan penutupan kamp penjara itu karena perlakuan tidak manusiawinya terhadap para tahanan yang kebanyakan berasal dari negara Asia dan beragama Islam.
Amnesty Internasional menyebut kamp penjara Guantanamo sebagai ‘simbol kesewenang-wenangan dan mewakili sebuah sistem penjara yang mengkhianati nilai-nilai AS dan melanggar standar internasional.’ (ln/iol)