Setelah penembakan dengan amunisi tajam dimulai, ribuan terluka dan tewas tergeletak di jalan-jalan di atas genangan darah. Sebuah area kamp yang sebelumnya menjadi arena bermain dan pameran seni bagi anak-anak para demonstran berubah menjadi sebuah rumah sakit lapangan di zona perang.
Mayat berbaris di jalan, beberapa di antaranya dengan tengkorak pecah, dengan darah mengucur dari bagian belakang kepalanya.
Di lokasi lain di Kairo, seorang wartawan Reuters berada di kerumunan pendukung Mursi ketika ia mendengar desingan peluru . Kerumunan serentak bertiarap ke tanah untuk berlindung.
TV pemerintah menyiarkan berita bahwa demonstran pro Mursi menggunakan senjata untuk menyerang tentara Mesir dari balik barikade , tetapi wartawan Reuters dan media Barat lainnya tidak menyaksikan insiden tersebut, bahkan para pendemo hanya menggunakan tongkat, batu dan serpihan beton untuk menghadapi polisi dan tentara yang tentunya gunakan senjata tajam .
Kekerasan yang terakhir ini adalah yang terburuk di Mesir dan memaksa keputusan sulit AS sebagai sekutu Mesir, khususnya Washington, yang memberi dana kepada militer Mesir US $ 1,5 miliar per tahun , tapi sejauh ini AS masih menolak memberikan label penggulingan militer atas Mursi sebagai “kudeta” .
“Amerika Serikat mengutuk keras penggunaan kekerasan terhadap demonstran di Mesir,” kata juru bicara Gedung Putih Josh Earnest. “Kami menyampaikan belasungkawa kami kepada keluarga mereka yang telah tewas, dan yang terluka. Kami telah berulang kali menyerukan kepada militer Mesir dan pasukan keamanan untuk menahan diri.”
“Kami juga sangat menentang kembali ke suatu Negara hukum darurat militer , dan meminta pemerintah untuk menghormati hak-hak dasar manusia seperti kebebasan berkumpul secara damai, dan proses hukum di bawah hukum. Dunia menyaksikan apa yang terjadi di Kairo.”
Amerika Serikat dan Eropa telah mendesak keras agar jenderal Sisi untuk tidak menghancurkan demonstran. Sebuah upaya diplomatik untuk membuka pembicaraan antara Ikhwan dan pemerintah, yang didukung oleh Washington, Brussels dan negara-negara Arab, gagal di pekan lalu. (Al jazeera/Dz)