AS Buat Jejaring Sosial "Teroris" Ala Facebook

Badan-badan inteljen AS kini sedang memdesain sebuah situs jejaring sosial mirip Facebook yang akan digunakan sebagai untuk menjaring dan menganalisa individu-individu yang dianggap berpotensi sebagai teroris dan sel-sel teroris. Intinya, situs jejaring sosial itu bukan situs pertemanan biasa tapi menjadi bank data "teroris" dan "sel-sel teroris" bagi intelejen AS.

Profesor Kathleen Carley seorang pakar komputer dari Carnegie Mellon University, Pittsburgh, Pennsylvania yang ikut melakukan riset pembuatan jejaring "teroris" itu mengatakan, yang dimaksud jejaring sosial analisis adalah jejaring yang memberikan saya data dengan "gaya Facebook". "Data itu akan saya analisa secara matematis untuk mengetahui siapa orang-orang yang dianggap berbahaya," kata Carley.

"Jejaring sosial analisis menganalisa informasi tentang siapa tahu siapa atau siapa berhubungan dengan siapa," sambungnya.

Pembuatan jejaring sosial yang didanai militer AS ini tujuannya untuk mendapatkan data sedetil-detilnya dari orang-orang yang masuk dalam jejaring itu. Kemudian data-data tersebut-tak peduli apakah data itu relevan atau tidak-akan diolah ke dalam sebuah program komputer. Selanjutnya komputer aka menganalisa jejaring sosial yang ada apakah ada kaitannya dengan para teroris yang sudah ada, para tersangka bahkan orang-orang yang sebenarnya tidak tahu apa-apa tapi ikut ditangkap karena ada tempat dan waktu yang salah, misalnya saat insiden serangan teroris terjadi.

Sumber data yang diambil berasal dari email dan hubungan telepon orang yang bersangkutan. Teknik pengumpulan data semacam ini sudah secara aktif dilakukan oleh AS di Irak dan Afghanistan. Informasi yang didapat dari ribuan orang yang ditangkap dan diinterogasi di kedua negara itu, dimasukkan ke bank data untuk dianalisa melalui program jejaring sosial.

Dr Ian McCulloh, seorang pejabat militer di Akademi Militer West Point menyatakan bahwa teknik semacam ini sudah menjadi bagian dari struktur militer. "Analisa jejaring sosial menjadi semacam dokumen anti-pemberontak bagi militer dan intelejen AS," ujarnya.

Pendek kata, bank teroris dengan menggunakan gaya jejaring sosial ala Facebook menjadi salah satu ujung tombak AS dalam perang melawan teror. Tapi teknik semacam itu dikecam oleh para pakar keamanan.

Profesor Lawrence Wilkerson, pensiunan militer AS mengungkapkan bahwa teknik seperti itu kontraproduktif karena akan banyak orang yang tak bersalah ditangkap dan diinterogasi. Informasi-informasi yang tak berarti bisa dibesar-besarkan oleh para interogator.

Profesor hukum di Northwestern University, Chicago, Joseph Marguelis juga menilai program bank data "teroris" hanya buang-buang waktu dan dana. Menurutnya, sebuah data intelejen yang sebenarnya tidak berarti apa-apa bagi interogator atau bagi orang yang diinterogasi, bisa dianggap membahayakan jika pihak interogator menggabung-gabungkan potongan informasi itu dan mengait-kaitkannya. Program komputer, tambahnya, tidak menjamin bahwa data finalnya benar.

"Bahwa komputer bisa tahu segalanya, itu cuma mitos," kritik Marguelis. (ln/iol)