AS Batalkan Program Pendidikan Fulbright Bagi Mahasiswa Ghaza

Mahasiswa Palestina di Ghaza kecewa karena mimpi mereka untuk mengenyam pendidikan tinggi di AS kandas, setelah Pemerintah AS menyatakan membatalkan program bantuan pendidikan Fulbright untuk wilayah Ghaza.

AS menyatakan program itu akan dialihkan ke para mahasiswa di wilayah lain, karena mereka khawatir program ini akan sia-sia jika diberikan pada mahasiswa Ghaza yang saat ini berada di bawah blokade Israel dan tidak bisa keluar dari wilayah Ghaza.

"Sekarang saya benar-benar kehilangan harapan, " kata Hadeel Abukwaik seorang teknisi software berusia 23 tahun, salah satu calon peserta program Fulbright AS. Pada surat kabar The New York Times Abukwaik mengatakan, ia menerima surat pembatalan yang dikirim lewat email oleh kantor konsulat AS di Yerusalem.

Penerima bantuan pendidikan Fulbright lainnya, Abdulrahman Abdullah, 30, juga menerima surat pembatalan yang membuat ia syok itu. "Saya masih tidak percaya pemerintah Amerika tidak bisa meyakinkan otoritas Israel agar memberikan izin bagi tujuh warga Palestina yang menerima bantuan itu keluar dari Ghaza, " kata Abdullah yang tadinya berharap bisa mendapatkan gelar M.B.A di AS.

Program bantuan pendidikan Fulbright adalah salah satu program pemerintah AS yang sudah dilakukan di hampir 144 negara dan dianggap sebagai salah satu program bergengsi di dunia. Situs Departemen Luar Negeri AS menyebutkan, Program Fulbright merupakan program untuk menciptakan pemahaman yang lebih baik tentang pandangan-pandangan dan nilai-nilai yang berlaku di AS serta untuk mempromosikan kerjasama bilateral yang lebih efektif.

Abdullah menyesalkan sikap AS yang tidak melakukan lobi pada Israel. "Jika kita bicara soal perdamaian dan saling kesepahaman, itu artinya berinvestasi pada sumber daya manusia yang nantinya akan memberikan kontribusi pada masyarakat Palestina. Israel bicara tentang sebuah negara Palestina, tapi siapa yang akan membangun negara itu jika kami tidak mendapatkan pendidikan, " tukas Abdullah.

Sejumlah pihak juga mengkritik AS atas pembatalan Program Fulbright. Mereka menilai pembatalan itu kontraproduktif. "Fulbright dikelola secara independen dan orang-orang yang terpilih karena mereka berbakat, " kata Natan Sharansky, seorang mantan pejabat pemerintah Israel.

Organisasi Hak Asasi Manusia Israel Gisha mengecam pembatalan itu sebagai tindakan yang tidak adil. "Fakta bahwa AS tidak bisa mengeluarkan para penerima program Fulbright dari Ghaza menunjukkan adanya ketidakadilan dan ketidakpedulian atas kebijakan blokade Israel yang membuat 1, 5 juta warga Ghaza terperangkap, termasuk ratusan mahasiswa Ghaza yang diterima di universitas-universitas di luar negeri, " tandas Direktur Gisha Sari Bashi. (ln/iol)