Arab Saudi mengisyaratkan dukungannya terhadap pengembangan nuklir Iran, namun negara kaya minyak ini mengingatkan agar Iran memenuhi janjinya untuk tidak membuat persenjataan nuklir dan menimbulkan ketegangan regional.
Di sisi lain, Arab Saudi mengkritik Barat yang bersikap keras terhadap program nuklir Iran, tapi tidak pernah mengkritisi persenjataan nuklir yang dibuat oleh Israel. Sikap Israel sampai detik ini masih ambigu, tidak mengakui atau membantah bahwa negara Yahudi itu membuat bom atom.
"Saya pikir, Barat yang sudah memberi lampu hijau bagi Israel untuk membangun fasilitas nuklirnya telah menimbulkan kerusakan yang kita derita hingga kini. Ada sejumlah negara yang saat ini kemungkinan melakukan hal yang sama dengan Israel," kata Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Saud Al-Faisal.
"Tapi kita berharap Iran akan tahan dengan godaan semacam ini," sambungnya.
Pangeran Saud Al-Faisal menyarankan agar langkah diplomasi dilakukan kembali. "Iran adalah negara yang memiliki sejarah dan peradaban yang panjang dan membanggakan… memberikan kesempatan bagi langkah diplomasi sebagai langkah utama untuk mengatasi persoalan ini akan lebih bijakasana," paparnya.
Al-Faisal menyatakan keyakinannya bahwa Iran tidak punya tujuang membangun persenjataan nuklir, apalagi ditujukan untuk menyerang Israel karena kalau itu dilakukan, rakyat Palestina akan ikut menjadi korban. "Kalau senjata nuklir Iran yang ditujukan ke Israel luput dari sasaran, akan menghantam Arab Saudi dan Yordania," tegas Pangeran Al-Faisal.
Ia juga menegaskan, kalaupun Iran melanggar janjinya dan tetap melanjutkan program nuklirnya, Arab Saudi tidak akan ikut-ikutan membangun program nuklir bagi negaranya. "Tentu saja tidak. Kami sama sekali tidak percaya dengan hal ini. Senjata nuklir tidak memberi anda keamanan. Senjata nuklir adalah ancaman," ujar Pangeran meyakinkan.
Dalam wawancara dengan harian Times, Pangeran Saud Al-Faisal yang sedang berada di London mengikuti konferensi tentang terorisme menyerukan Iran untuk meniru posisi Arab Saudi dan ikut serta untuk menjadikan wilayah Teluk sebagai wilayah yang bebas nuklir. "Kami berharap Iran akan bergabung dengan kami dalam kebijakan ini dan memastikan bahwa tidak ada ancaman baru berupa perlombaan senjata di wilayah ini," katanya seraya meminta Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad agar bersikap lebih moderat.
Resolusi ke Dewan Keamanan PBB
Sementara itu, Uni Eropa pada Senin (16/1) mulai membuat draft resolusi untuk mengajukan masalah nuklir Iran ke Dewan Keamanan PBB bulan Februari mendatang. Resolusi itu dibuat setelah Rusia dan negara Barat lainnya memberikan dukungannya.
Kantor Kementerian Luar Negeri Inggris mengatakan, resolusi itu berisi desakan agar badan pemantau nuklir PBB menggelar rapat darurat di Wina pada 2-3 Februari mendatang dan melakukan pemungutan suara terhadap masalah Iran.
Para diplomat yang ikut dalam pertemuan anggota tetap Dewan Keamanan PBB yaitu Inggris, Perancis, Rusia, Cina, AS ditambah Jerman di London kemarin, berusaha menjembatani perbedaan pendapat soal Iran untuk menekan IAEA agar menggelar pertemuan darurat dan pemungutan suara.
Seorang diplomat Uni Eropa yang tidak mau disebut namanya mengungkakpkan, isi resolusi hasil pertemuan di London kemarin pendek saja, "Seruan terhadap El Baradei (Ketua IAEA) agar melaporkan Iran ke Dewan Keamanan." kata diplomat itu.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan, sikap negaranya kini sudah jelas sejak negara itu kehilangan kesabarannya setelah Iran melanjutkan riset nuklirnya pekan kemarin. Meski demikian Putin mengingatkan, krisis Iran jangan diselesaikan dengan terburu-buru dan mengambil langkah yang salah,karena bisa jadi tekanan terhadap PBB agar segera menjatuhkan sangsi pada Iran justru akan membawa bumerang buat mereka sendiri. (ln/arabnews)