Kabar baik datang dari Sudan dan negeri Chad yang menandatangani perjanjian damai untuk menentukan batas-batas territorial wilayah keduanya. Perjanjian damai kedua negara ini diperantarai oleh Arab Saudi yang menjadi penengah.
Presiden Sudan, Omar Bashir dan Presiden Chad, Idriss Deby bertemu atas Masjid Raja Abdullah di Janadriya, Riyadh. Raja Abdullah sendiri yang menjadi perantara perdamaian dua pemimpin negara. Raja Abdullah hadir bersama dengan Presiden Omar Bashir lebih dulu di tempat. Selang beberapa waktu kemudian disusul oleh Presiden Chad, Idriss Deby yang datang dengan iring-iringan kenegaraan.
Turut dalam pertemuan ini, beberapa menteri dari kedua negara dan juga pangeran Arab Saudi serta Gubernur Riyadh, Pangeran Salman. “Kata-kata yang paling baik adalah kata-kata yang singkat tapi penuh arti, ” demikian ujar Raja Abdullah membuka perundingan damai kedua negara ini. Dan setelah membuka perundingan, Raja Abdullah menganugerahkan Medali King Abdul Aziz kepada kedua pemimpin negara, Omar Bashir dan Idriss Deby.
Sejak lama pemerintahan Republik Chad memprotes dan mengecam kegiatan pemerintahan Sudan yang mendukung gerakan pemberontakan di dalam wilayah Republik Chad. Salah satu pasukan milisi yang banyak mendapat kecaman adalah pasukan Janjaweed yang seringkali melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Tapi pemerintahan Sudan tidak menerima dan menolak tuduhan bahwa Sudan berada di belakang kelompok milisi yang sering melakukan kerusuhan, terutama pasukan Janjaweed yang kerap kali dilaporkan melakukan perkosaan pada perempuan-perempuan di pengungsian Darfur.
Bulan lalu, Amerika dan Inggris mengajukan Sudan pada Perserikatan Bangsa-bangsa karena terlibat dalam konflik yang tak terkendali di Darfur. Diharapkan, perjanjian damai antara Chad dan Sudan yang difasilitasi oleh Arab Saudi ini akan menandai babak baru hubungan kedua negara. Lebih lanjut, perjanjian ini akan mengakhiri konflik-konflik horizontal di kedua wilayah perbatasan negara. (na-str/arabnews)