Arab, Bukan Lagi Negara-Negara Kaya?


Jumlah penduduk miskin di negara-negara Arab terus meningkat. Begitu juga jumlah pengangguran. Krisis tumbuh. Hal ini dapat dibaca di wajah pemuda-pemuda Arab yang frustrasi, yang menunggu pekerjaan di trotoar, atau di meja-meja kedai kopi—bahkan para pemuda dari negara-negara Teluk yang kaya dipadati oleh pengangguran.

Banyak dari mereka telah menggunakan "koneksi" untuk mendapatkan pekerjaan atau pekerjaan yang dikuasi oleh orang asing.

Terdapat 17 juta pengangguran di negara-negara Arab. Organisasi Buruh Arab berspekulasi bahwa jumlah itu kemungkinan meningkat menjadi 20 juta, karena sekitar 3,5 juta diperkirakan akan kehilangan pekerjaan mereka karena dampak dari krisis keuangan global.

Secara paralel, proporsi pemuda yang menganggur lebih dari 50% dari total penduduk di kebanyakan negara-negara Arab, membuat tingkat pengangguran di antara para pemuda menjadi tertinggi di antara negara-negara di dunia.

Angka kemiskinan di negara-negara Arab masih tinggi, menurut "The Development Challenge In Arab COuntries" yang disusun oleh Liga Arab baru-baru ini, 140 juta orang Arab hidup di bawah garis kemiskinan, yaitu setengah dari orang Arab dianggap sangat miskin.

Ini mungkin sebagai isyarat agar Negara-negara dunia ketiga tak lagi sering mengirimkan tenaga kerjanya ke tanah Arab.

Selain itu, selama ini para pemuda Arab—terutama dari Saudi—terkenal sangat pemalas, dikarenakan melimpahnya kekayaan yang ada di Negara mereka. Belum lagi tambahan bonus yang mengalir setiap tahun dari pelaksanaan ibadah haji. Mungkinkah ini sebagai sebuah teguran agar generasi muda Arab tak lagi banyak berleha-leha—karena bekerja tidak, menghafal Al Quran pun sudah semakin ditinggalkan oleh mereka? (sa/dah)