Terungkapnya kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak yang dilakukan oleh anggota misi perdamian PBB dan staffnya di selatan Sudan, mencoreng nama badan dunia itu. PBB menyatakan sudah menugaskan timnya untuk menyelidiki kasus tersebut.
Jubir PBB Michele Montas mengatakan, kantor pemantau internal PBB sudah memiliki tim permanen di Sudan yang akan menyelidiki dugaan kasus pelecehan seksual itu. Dari hasil penemuan sebelumnya, pada tahun lalu, PBB sudah memulangkan sekitar empat anggota misi perdamaiannya di Sudan. Dan untuk kasus yang baru mencuat ini, PBB menyatakan sudah mengumpulkan keterangan dari 20 orang lebih di kota Juba, wilayah di mana staff PBB disebut-sebut telah melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur.
Kasus ini pertama kali dilansir oleh surat kabar terbitan Inggris Daily Telegraph edisi Rabu (3/1), berdasarkan laporan UNICEF dan pengakuan sejumlah korban anak-anak yang usiannya rata-rata 12 tahun.
Laporan internal UNICEF menyebutkan,"bukti-bukti menunjukkan bahwa staff United Nation Mission in Southern Sudan (UNMIS) terlibat dalam kasus eksploitasi seks" terhadap anak-anak di bawah umur, di wilayah Juba.
"Mobil-mobil PBB terlihat sampai pagi dinihari, bahkan sampai jam 06.00 pagi di sebuah restoran/klub disko Kololo di Juba dan sejumlah informan mengatakan, mereka melihat sebuah mobil UNMIS berhenti di sekitar jalan utama di Juba untuk menjemput sekitar tiga gadis remaja," demikian bagian isi laporan UNICEF.
Menurut Daily Telegraph, tindakan pelecehan seksual itu sudah terjadi sejak dua tahun lalu, tak lama setelah UNMIS ditugaskan ke Sudan pada Maret 2005. Pemerintah Sudan, menurut surat kabar itu, sudah mengumpulkan bukti, termasuk bukti berupa rekaman video seorang pekerja PBB asal Bangladesh yang sedang melakukan hubungan seks dengan tiga gadis remaja.
Daily Telegraph sendiri mengumpulkan informasi dari sekitar 20 korban pelecehan seksual anggota pasukan perdamaian PBB itu. Jonas, remaja berusia 14 tahun mengungkapkan, ia "diangkut" oleh anggota UNMIS dengan sebuah mobil dan selama perjalanan matanya ditutup.
"Saya sedang duduk di tepi sungai ketika pertama kali peristiwa itu terjadi. Peristiwa yang menyakitkan dan masih terasa dalam jangka waktu yang lama," tutur Jonas.
Ia melanjutkan, "Ketika semuanya sudah selesai, kami kembali ke tempat saya diambil, dia (staff UNMIS) mendorong saya keluar mobil, lalu pergi."
Anak-anak lainnya yang diwawancarai, menceritakan kejadian yang hampir serupa. Seorang anak laki-laki berusia 13 tahun mengaku diajak naik ke mobil dan ditawari uang. Tapi ternyata ia mengalami pelecehan seksual. Setelah itu, ia ditinggalkan begitu saja tanpa diberi uang yang dijanjikan.
Selain tim internal PBB, sejumlah LSM dan organisasi pemantau hak asasi manusia juga melakukan investigasi serupa dan menyatakan bahwa pelecehan seksual yang dilakukan tentara penjaga perdamaian PBB terhadap anak-anak di selatan Sudan sudah menjadi "rahasia umum."
Laporan sebuah NGO mengutip pernyataan seorang tukang semir sepatu bernama Kennedt Tombe, 23, di pasar Kony Konyo. Tukang semir itu mengatakan, cerita soal gadis-gadis remaja yang dibawa oleh mobil-mobil UNMIS pada malam hari di Juba sudah menjadi hal isu biasa.
Saat ini, ada lebih dari 11.000 tentara dan polisi penjaga perdamaian PBB dari sekitar 70 negara yang ditugaskan di selatan Sudan. Mereka di tempatkan di wilayah itu untuk menjaga kesepakatan damai yang mengakhiri perang sipil di negara itu, yang sudah berlangsung selama 21 tahun.
Laporan soal penyimpangan seksual yang dilakukan pasukan perdamaian PBB di selatan Sudan, tentu saja berdampak negatif bagi rakyat Sudan yang selama ini berpikir bahwa pasukan PBB itu datang untuk menciptakan perdamaian di negeri mereka.
"Kalau laporan-laporan ini terbukti, akan muncul kekecewaan yang besar terhadap PBB," kata seorang diplomat Sudan.
Juru bicara kementerian luar negeri Sudan, Ali Sadek menyatakan, pihaknya sangat terganggu dengan adanya laporan itu dan mengecam tindakan yang dilakukan anggota misi perdamaian PBB tersebut.
Kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh anggota pasukan perdamaian PBB di Sudan ini bukanlah kasus yang pertama. Kasus serupa pernah dilaporkan terjadi di Kongo, Haiti dan Liberia.
PBB mengklaim sudah melakukan investigasi atas kasus-kasus itu terhadap sekitar 316 personilnya sejak Januari 2004. Dari hasil penyelidikan, 179 orang di antaranya dikenai sangsi disiplin.
Sementara itu, PBB masih menekan Sudan agar mau menerima ribuan pasukan perdamaian tambahan untuk dkerahkan ke wilayah barat Darfur gun menghentikan dugaan maraknya perkosaan yang terjadi di wilayah itu. Namun pemerintah Khartoum membantah informasi tersebut dan mengatakan bahwa mayoritas masyarakat Darfur adalah Muslim dan tidak mungkin melakukan perkosaan. (ln/iol/aljz)