Analis AS: Hentikan Kampanye "Perang Melawan Teror" Ala Bush

Para analis di AS menyatakan, sudah saatnya kampanye "perang melawan teror" yang dihembuskan pemerintahan Presiden George W. Bush dihentikan. Menurut mereka, pendekatan "perang melawan teror" yang dilakukan pemerintahan Bush terbukti gagal dan sudah kehilangan kredibilitasnya.

"Segala sesuatunya sudah tidak relevan lagi. Pendekatan yang diambil oleh pemerintahan ini sudah gagal dan kehilangan kredibilitas serta dukungan politik," kata James Lewis, pakar keamanan nasional di Center for Strategic and International Studies.

Sejak Bush menggelar kampanye "perang melawan teror"nya paska serangan 11 September 2001 di AS, kebijakan-kebijakan perang melawan teror yang dilakukan pemerintahan AS telah menimbulkan ketakutan bahkan berbuah invasi yang berakhir dengan penjajahan AS di Irak dan Afghanistan.

Pemerintahan Bush dengan semena-mena melakukan interogasi paksa, penangkapan-penangkapan tanpa alasan yang jelas dan penyadapan telepon dan email, yang pada akhirnya memicu tuntutan di kalangan masyarakat AS sendiri agar Bush mengubah total pendekatan-pendekatan yang dilakukannya dalam "perang melawan teror".

"Saya pikir, Anda akan melihat makin banyak tuntutan agar dilakukan peninjauan kembali dan tuntutan agar dilakukan kontrol yang lebih baik," ujar Lewis.

Kebijakan "perang melawan teror" yang dilakukan pemerintahan Bush semakin tak terkendali ketika tahun 2007 lalu, pemerintahan Bush mengamandemen Foreign Intelligence Surveillance Act yang memberikan kewenangan luas pada pmerintah untuk memonitor komunikasi ke luar negeri. Bulan ini, Jaksa Agung Michael Mukasey mengesahkan tuntunan operasi FBI yang memberikan kekuasaan luas pada lembaga intelejen dalam negeri AS itu untuk memata-matai dan menggunakan teknik-teknik investigasi tertentu pada warga negaranya sendiri.

Pemerintahan Bush juga memblokir perintah pengadilan mengenai pembebasan 17 warga Muslim Uighur China dari Guantano ke AS serta melakukan pengadilan militer terhadap sejumlah tahanan Guantanamo meski meski tindakan itu ilegal.

Brian Jenkins, seorang pakar terorisme dari RAND Corporation juga menilai pendekatan pemerintahan Bush dalam "perang melawan teror" sudah saatnya dihentikan. "Setiap bangsa yang demokratis, yang selama ini bergulat dengan masalah ancaman teroris punya kewajiban untuk mengubah aturan-aturannya, seperti aturan pengumumpulan informasi intelejen, kewenangan pada kepolisian dan aturan-aturan lainnya," kata Jenkins.

"Ketika segala sesuatunya sudah mulai menuju ke arah yang salah, orang akan mengatakan tidak ada gunanya ada aturan," sambung Jenkins.

Dalam studi terbarunya, RAND Corporation menyatakan bahwa AS harus berhenti menggunakan istilah "perang melawan teror" dan mengubah strateginya dalam menghadapi kelompok-kelompok yang dianggap sebagai kelompok teroris. AS, menurut lembaga think-tank tersebut, sudah saatnya melepaskan ketergantungannya pada kekuatan militer tapi harus lebih memanfaatkan kerja-kerja intelejennya.

Menurut Jenkins, jika pemerintahan AS yang baru nanti bersikap lebih bijak dan lebih menunjukkan nilai-nilai ke-amerika-an dalam perang melawan teror, AS akan lebih mendapatkan dukungan dunia internasional. Langkah pertama yang harus dilakukan AS untuk mengubah strateginya, kata Jenkins, adalah dengan menutup kamp penjara Guantanamo.

"Kamp tersebut sudah menjadi simbol bahwa AS telah melakukan kesalahan dalam kebijakan ‘perang melawan teror’. Kita perlu segera mengindentifikasi dan membebaskan mereka yang menjadi korban salah tangkap. Kita harus melakukan prosedur yang lebih adil, " tukas Jenkins. (ln/iol)