Negara Austria sedang membuat undang-undang baru yang memberikan hak yang lebih luas bagi warga minoritas Muslim di negeri itu. Dalam undang-undang baru tersebut misalnya dibolehkan pendirian sekolah untuk para calon imam, mempekerjakan seorang da’i di dinas kemiliteran, kepolisian dan rumah sakit-rumah sakit dan yang terpenting adalah undang-undang tersebut menegaskan bahwa serangan fisik maupun berupa kata-kata pada para Muslimah merupakan tindak kriminal.
"Kami sudah menuliskan dan amandemen-amandemen kini sedang dibicarakan dengan pejabat pemerintah yang akan membawa draft tersebut pada parlemen untuk disahkan. Saya harap, ini sudah bisa dilakukan pada akhir masa pemerintahan pada bulan Oktober," kata Mudr Khugah, utusan pribadi ketua Otoritas Agama Islam di Austria. Ia mengatakan, undang-undang tentang Islam yang dibuat pada tahun 1912 dengan target warga Muslim Bosnia, sudah terlalu kuno dan perlu dimodifikasi.
Salah satu kemajuan dalam undang-undang yang baru nanti adalah tentang pendirian sekolah untuk mendidik para calom imam. "Sekolah ini akan berafiliasi dengan Universitas Wina dan disupervisi oleh Islamic Religoius Authority -IRA. Sama halnya dengan yang dilakukan untuk agama Protestan dan Katolik di negeri ini," sambung Khugah. Fakultas tersebut, menurutnya, akan dibiayai oleh kementerian pendidikan Austria dan Universitas Wina.
Islam secara resmi diakui di Austria pada 1912, dan menjadi agama kedua terbesar setelah Kristen Katolik. Jumlah Muslim di Wina, diperkirakan mencapai 400.000 orang atau sekitar 4 persen dari 8 juta jumlah penduduk negeri itu.
Khugah mengatakan, amandemen undang-undang tersebut memungkinkan diberikannya siraman rohani Islam dan sholat berjamaah di basis-basis militer di mana terdapat tentara-tentara yang menganut agama Islam. Bahkan di markas militer di Wina, kata Khugah, sudah ada ada aula untuk sholat.
Menteri Pertahanan Austria Guenther Platter pada Sabtu (18/3) menguatkan bahwa kemiliteran negara itu mengizinkan ceramah-ceramah yang diberikan pada da’i. Menurut Platter seperti dikutip surat kabar De Kurier, jumlah tentara yang menganut agama Islam di kemiliteran Austria jumlahnya sekitar 3,5 persen, jumlah yang sama dengan penganut Protestan.
Selain di kemiliteran, sirama rohani oleh para ustadz juga sudah diizinkan di laksanakan di penjara-penjara dan rumah sakit. "Ada sekitar 1.100 tahanan Muslim di penjara Austria yang membutuhkan tuntutan agama," katanya dan hal itu sudah dilakukan terhadap para tahanan yang beragama Islam selama kurang lebih 6 tahun sebelum akhirnya disahkan secara resmi oleh kementerian dalam negeri dan IRA.
Yang menggembirakan, menurut Khugah, amandemen undang-undang yang baru memberikan keleluasaan bagi para Muslimah di Austria, terutama dalam tata cara berpakaian.
Pelajaran Agama Islam di Sekolah Katolik
Sementara itu, gereja Katolik di wilayah dataran tinggi Austria memutuskan untuk mengizinkan pemberian pelajaran agama Islam di salah satu dari 55 sekolah afiliasinya. Langkah ini diharapkan juga ikut dilakukan oleh sekolah-sekolah Katolik lainnya mengingat makin banyaknya siswa-siswi Muslim yang mendaftar ke sekolah tersebut.
Berdasarkan undang-undang pendidikan agama, sekolah-sekolah diwajikan untuk mengalokasikan waktu satu jam dalam seminggu untuk kelompok penganut agama minoritas jika jumla siswanya mencapai tiga orang, jika lebih maka waktunya diperpanjang menjadi dua jam dalam seminggu. (ln/iol)