Menteri Agama Aljazair Buabdullah Ghulamullah menampik jika pihaknya mencekal para imam masjid untuk terlibat dalam aktivitas politik. Hanya saja Menag mengakui bahwa, jika seorang imam hendak mencalonkan diri sebagai caleg pada Pemilu, maka disyaratkan agar ia mundur sebagai imam masjid.
“Para imam (masjid) itu merupakan elemen dari elemen masyarakat Aljazair. Mereka berhak mendapatkan semua hak undang-undang seperti yang didapatkan semua rakyat Aljazair, termasuk di antaranya dalam hal aktivitas politik, ” ujar Ghulamullah, seperti ditulis IslamOnline.
Lebih lanjutkan Menag mengatakan, para imam berhak mencalonkan diri sebagai caleg pada Pemilu legislatif yang akan digelar pada 17 Mei mendatang. Hanya saja, sambung dia, mereka harus terlebih dulu berhenti sebagai imam agar tak memanfaatkan mimbar masjid untuk kampanye.
Diakui Ghulamullah bahwa dirinya sangat kecewa atas pernyataan yang menyebutkan bahwa pemerintah Aljazair mencekal para imam masjid dalam Pemilu. “Itu kekeliruan yang seharusnya tidak terjadi, ” tandas dia.
Sebelumnya, sejumlah media massa Aljazair menurunkan berita yang bersumber dari Ghulamullah. Isinya, Depag Aljazair tengah menyiapkan undang-undang yang melarang para imam masjid menjadi anggota parpol tertentu, dan ia akan diberikan pilihan antara menjadi imam atau sebagai politikus.
Dalam undang-undang itu disebutkan, bagi para imam yang memanfaatkan mimbar-mimbar masjid untuk mengkampanyekan dirinya, maka ia dikenakan vonis hukuman penjara lima tahun dan denda yang besar.
Menag Ghulamullah sendiri ketika menjadi caleg dalam Pemilu 1997 di wilayah Tayarat, sebelah barat Ibu Kota Aljazair, adalah seorang imam masjid. Ketika itu Ghulamullah bergabung dalam Partai Tajammu Wathaniy Demoqraity. Ketika itu pemerintah memaksa dia agar mengundurkan diri sebagai imam menjelang Pemilu digelar.
Sejumlah analis menilai, aturan larangan itu diduga dipicu oleh ketakutan pemerintah jika mana masjid-masjid di gunakan sebagai sarana kampanye. Dalam pemilu legislatif tahun 1992, masjid di Aljazair berperan besar dalam kemenangan yang diraih Jabhah Islamiyyah Lilinqadz (FIS). Tapi kemenangan FIS saat itu dibatalkan oleh militer. Akibatnya, Aljazair tenggelam dalam perang saudara yang sampai saat ini telah menewaskan sekitar 200 ribu orang.(ilyas/iol)