Kecurigaan bahwa Muntazer al-Zaidi berada dibawah tekanan untuk menyampaikan permintaan maaf pada pemerintah Irak atas perbuatannya melempar Presiden Bush dengan sepatu, bisa jadi ada benarnya. Karena menurut informasi kerabat Zaidi, wartawan Irak itu dipaksa untuk menandatangani sebuah pernyataan dalam tahanan.
Saudara laki-laki Zaidi bernama Uday mengungkapkan hal tersebut, usai menjenguk Zaidi di dalam tahanan. Uday mengatakan, Zaidi mengalami penyiksaan dan dipaksa menandatangani pengakuan bahwa ada kelompok yang membayar Zaidi untuk melempar Bush dengan sepatu dan bahwa Zaidi melakukan perbuatan itu bukan untuk kehormatan rakyat Irak.
"Saya bertemu dengan Zaidi sekitar satu jam. Dia mengalami penyiksaan terus menerus selama 36 jam berada dalam tahanan. Dia dicambuk dengan menggunakan kabel, dipukuli dengan batangan besi dan disetrum," ungkap Uday. Ia juga mengatakan, mata Zaidi mengalami pendarahan, hidung dan kami Zaini memar-memar.
Namun pihak Gedung Putih AS yang dimintai komentarnya tentang penyiksaan ini mengatakan bahwa pihak AS tidak punya informasi baru tentang Zaidi dan menilai pemberitaan soal penyiksaan yang dialami Zaidi terlalu dibesar-besarkan.
Hakim penyelidik Irak atas kasus Zaidi, Dhiya al-Kenani juga menolak tuduhan penyiksaan itu. Dalam hearing hari Rabu kemarin, Zaidi tidak hadir dan diduga ketidakhadirannya karena kondisi kesehatan akibat luka-luka yang dideritanya.
Al-Kenani mengatakan, penyelidikan kasus Zaidi sudah selesai dan persidangan akan digelar tanggal 31 Desember mendatang.
Sementara itu, kuasa hukum Zaidi Dhiya al-Saadi mengatakan bahwa kliennya tidak akan pernah meminta maaf atas tindakannya melempar Presiden Bush dengan sepatu. Pernyataan Saadi menjawab kecurigaan atas pernyataan pihak berwenang di Irak beberapa waktu lalu yang mengatakan bahwa Zaidi minta maaf pada pemerintah Irak atas perbutannya.
"Zaidi tidak pernah mempertimbangkan untuk minta maaf pada presiden AS atau pemerintah Irak, sekarang atau nanti. Zaidi melempar Bush dengan sepatu sebagai ungkapan kebebasan berekspresi dalam menentang dan menolak penjajahan AS di Irak," kata Saadi. (ln/prtv/aljz)