Aktivis Muslim Inggris menilai kebijakan pemerintah melarang keberadaan organisasi Islam yang dianggap radikal, tidak efektif untuk memberantas terorisme dan hanya akan menimbulkan citra negatif atas penerapan demokrasi pemerintah Inggris.
Kantor Menteri Dalam Negeri Inggris, Senin (17/7) kemarin menyatakan melarang dua organisasi Muslim, Al-Ghurabaa dan Saved Sect karena dianggap sudah menyerbarkan rasa kebencian dan mendukung terorisme.
Keputusan ini merupakan tindakan yang baru pertama kali dilakukan sejak Inggris memberlakukan undang-undang anti terorisme yang baru pada Februari lalu.
Menurut kantor Mendagri Inggris, dua organisasi itu dibentuk dengan tujuan ‘membentuk negara Islam di seluruh dunia dan mendorong umat Islam agar mendukung para mujahidin yang melakukan jihad dengan kekerasan.’ Situs Al-Ghurabaa juga terdaftar dengan alamat yang sama dan memiliki nomor kontak yang sama dengan organisasi Al-Muhajirun.
"Dengan melarang kelompok-kelompok ini-yang lekat dengan terorisme dan mendukung tindakan para teroris-menunjukkan sinyal yang kuat bahwa Inggris tidak mentolerir mereka yang mendukung terorisme di negara ini atau di manapun," kata Mendagri, John Reid.
Namun menurut juru bicara Muslim Council of Britain (MCB) Inayat Bunglawala, pelarangan itu tidak bisa dibenarkan dan tidak mencerminkan pemerintahan yang demokratis.
Dalam hal ini Bunglawala menekankan, bukan berarti warga Muslim Inggris mendukung terorisme. Menurutnya, kedua kelompok yang dilarang itu juga tidak populer di kalangan Muslim Inggris. Kelompok-kelompok itu merupakan pecahan dari organisasi Al-Muhajirun dan kerap menyerukan kekerasan serta menyeret banyak warga Muslim Inggris dalam ‘kegiatan-kegiatan yang buruk.’
Al-Muhajirun sendiri sudah dibubarkan pada tahun 2004 oleh pendirinya Umar Bakri Muhammad. Ia kembali ke negara asalnya Libanon, setelah pemerintah Inggris mengeluarkan pernyataan persona non grata (orang yang tidak disukai) dan melarang Bakri masuk kembali ke Inggris.
"Pelarangan ini tidak efektif, saya tidak ragu akan hal itu. Kedua kelompok ini akan mengganti nama kelompoknya atau akan bergerak di bawah tanah," kata Bunglawala.
Ia juga mengkritisi alasan kantor kementerian dalam negeri Inggris dalam pelarangan itu, terutama yang terkait dengan pendirian negara Islam. Menurut Bunglawala, seruan untuk mendirikan negara yang memberlakukan nilai-nilai Islam, bukanlah sebuah kejahatan. Ia khawatir, tindakan semacam ini hanya akan meningkatkan Islamophobia dan menunjukkan sebuah ‘pemerintahan yang otoriter bukan pemerintahan yang demokratis.’
Terkait dengan hal ini, Bunglawala mengungkapkan kerisauannya jika pelarangan akan merembet ke organisasi Islam lainnya, seperti Hizbut Tahrir yang oleh pemerintah Inggris dimasukkan dalam katagori organisasi berbahaya.
"Meski Saya tidak sepaham dengan agenda mereka, Saya akan sangat prihatin jika Hizbut Tahrir dilarang, karena mereka bukan kelompok keras," tegasnya.
Meski demikian, juru bicara kantor Mendagri pada surat kabar Guardian edisi Selasa (18/7) menyatakan, Hizbut Tahrir tetap menjadi organisasi yang aktivitasnya akan terus diawasi dengan ketat. (ln/iol)