Ratusan pengunjuk rasa berbaris melalui jalanan Kairo pada Jumat lalu sambil meneriakkan “Turunkan kekuasaan Mursyid ‘Aam Ikhwanul Muslimin,” dalam apa yang mereka sebut “Ikhwanisasi” negara.
“Mursyid Aam memerintahkan pemerintah dan administrasi untuk menyebarkan anggota Ikhwan dan pendukungnya, seperti kanker di semua lembaga utama negara,” kata Ahmad Bahaa El-Din, Sekretaris Jenderal Aliansi Partai Sosialis Populer (SPAP) Mesir.
Demonstrasi itu terjadi seminggu setelah serangkaian protes yang jauh lebih besar yang diadakan terhadap Ikhwan oleh kelompok yang diidentifikasi sebagai kelompok kiri. Aksi protes 24 Agustus lalu sebagian besar didukung oleh orang-orang yang baik menyampaikan simpati dengan rezim Hosni Mubarak, atau tokoh politik yang sangat terkait dengan rezimnya.
Kamal Khalil, pendiri Partai Pekerja Demokrat, penggagas aksi protes, memimpin demonstran, melalui jalanan kota Kairo, lewat di-depan Mahkamah Agung dan menuju Tahrir square.
Mereka membawa spanduk mempersamakan Presiden terpilih Muhammad Mursi, dengan presiden terguling Hosni Mubarak.
“Mursi perlu membuktikan bahwa ia adalah presiden bagi seluruh rakyat bukan wakil Ikhwanul Muslimin,” kata Doaa Zeyad, seorang demonstran.
Para pengunjuk rasa menuduh Ikhwan memonopoli lembaga negara, termasuk media pemerintah, gubernuran, kementerian, majelis konstituante yang bertanggung jawab untuk menyusun konstitusi dan dewan lokal.
Namun, Rashad Bayoumi, wakil pemimpin dari Ikhwanul Muslimin dengan keras menolak tuduhan tersebut.
“Ini omong kosong dan tuduhan ini benar-benar tidak berdasar,” kata Bayoumi kepada Egypt Independent.
Para pengunjuk rasa menuntut agar Ikhwan secara resmi terdaftar sebagai sebuah LSM dan pendanaannya akan dipantau oleh negara.
Pada bagian lain, Dewan Pengadilan Tata Usaha Negara Sabtu kemarin (1/9) menunda gugatan yang menuntut pembubaran Ikhwanul Muslimin sampai 9 Oktober mendatang.
Pengacara Shehata Mohamed Shehata telah mengajukan gugatan menuntut Ikhwan, yang tidak terdaftar secara resmi oleh negara, untuk dibubarkan. Pengadilan mulai mengawasi kasus ini pada bulan Juni lalu.
Shehata berpendapat bahwa semua upaya untuk membubarkan Ikhwan dan mencegah dari mendirikan sebuah partai politik telah gagal. Ia mengatakan kelompok itu masih terlibat dalam aktivisme politik dan sosial meskipun dilarang selama lebih dari 60 tahun.(fq/ei)