Ratusan pengunjuk rasa itu memblokade jalan-jalan di dalam dan sekitar kota Beirut. Mereka turun ke jalan setelah kelompok oposisi menyerukan rakyat Libanon untuk menggelar aksi massa, mulai hari ini, Selasa (23/1).
Aksi unjuk rasa diwarnai pembakaran ban, para pengunjuk rasa juga memasang barikade-barikade di sejumlah jalan di Beirut Tengah, di pinggiran kota Beirut Selatan yang didominasi Muslim Syiah dan di bagian selatan pintu masuk ke kota Beirut.
Belasan pengunjuk rasa memblokade satu-satunya akses jalan menuju bandara internasional Beirut dengan menggunakan bekas ban yang terbakar dan puing-puing.
Untuk mengantisipasi situasi akibat adanya aksi massa itu, pemerintah Libanon mengerahkan aparat keamanan beserta kendaraan-kendaraan mereka yang dilengkapi dengan persenjataan, di persimpangan-persimpangan jalan utama di Beirut.
Aksi massa itu digagas kelompok oposisi yang dimotori Hizbullah. Hizbullah menuntut diberi hak veto dalam kabinet dan mendesak digelarnya pemilu.
Tuntutan Hizbullah tidak ditanggapi oleh PM Fuad Siniora yang mendapat dukungan dari negara-negara Barat. Siniora malah akan menggelar konferensi internasional di Paris pada Kamis mendatang untuk mendapatkan dana bantuan internasional untuk membangun perekonomian Libanon.
Kelompok oposisi mengkritik tindakan pemerintah itu, karena dianggap hanya akan menambah berat hutang negara.
Pemimpin Hizbullah, Sayid Hassan Nasrallah pada Senin malam menyerukan pada rakyat Libanon untuk turun ke jalan pada hari Selasa. Ia mengatakan bahwa sejumlah politisi yang berkuasa saat ini menginginkan kekerasan terjadi di Libanon, yang masih dalam proses bangkit dari perang sipil yang terjadi antara 1975-1990.
"Kita akan bergerak dan jika anda ingin membunuh kami di jalan, bunuhlah. Kami tidak akan angkat senjata untuk melawan anda, " ujar Hassan Nasrallah dalam pidatonya. (ln/aljz)