Peristiwa penembakan di Universitas Virgina Tech yang menewaskan 33 orang termasuk pelaku penembakan, mendapat sorotan tajam oleh sejumlah media massa dunia.
Sebuah harian terkemuka di Eropa menulis, peristiwa penembakan itu tidak lepas dari makin berkembangnya "budaya senjata" di kalangan masyarakat AS.
Dalam komentarnya, surat kabar Independent edisi Selasa (17/4) menulis, "Akankah hari yang buruk di Virginia cukup untuk mengakhiri kecintaan Amerika pada senjata?" Menurut harian itu, sudah saatnya para legislator di AS mengamandemen undang-undang yang melegalkan kepemilikan senjata.
"Nafsu untuk menggunakan senjata bisa ditelusuri ke amandemen kedua konstitusi AS, yang mengatur tentang ‘hak rakyat untuk memiliki dan membawa senjata, " tulis Independent.
Di Italia, surat kabar sayap kiri Il Manifesto menulis, peristiwa penembakan itu di kampus Universitas Virginia Tech ibarat makanan "Pie apel Amerika."
Sementara Gerard Baker, seorang kolomnis di surat kabar Times terbitan Inggris menyatakan kekhawatirannya akan kemungkinan kasus yang lebih buruk lagi. "
Surat kabar Le Monde Prancis menulis, kasus-kasus penembakan di AS makin membuyarkan apa yang mereka sebut sebagai "mimpi Amerika."
"Pembantaian… Memaksa masyarakat AS untuk sekali lagi melihat ke dalam diri mereka sendiri, aksi-aksi kekerasan yang telah mereka lakukan, obsesi terhadap senjata sebagai bagian dari populasi masyarakatnya, persoalan anak-anak muda mereka, yang cenderung mengarah pada persaingan dan tindakan tirani yang berlebihan, " tulis Le Monde.
Peristiwa penembakan di kampus Universitas Virginia Tech merupakan peristiwa penembakan terburuk sepanjang sejarah AS. Aparat kepolisian dan pihak universitas kini mendapat tekanan hebat karena dianggap tidak sigap. Pasalnya, ada selang waktu selama dua jam antara peristiwa penembakan pertama dan kedua, di mana pelaku begitu leluasa memasuki ruang kelas, menembaki mahasiswa dan para profesor hingga jatuh korban 30 orang, sebelum akhirnya pelaku, Cho Seung-Hui, warga AS keturunan Korea Selatan yang masih berusia 23 tahun itu menembak dirinya sendiri dan tewas.
Polisi mengatakan, Cho Seung-Hui yang berimigrasi ke AS 15 tahun lalu dan tinggal di kawasan pinggiran Washington DC ini, diduga menggunakan rantai untuk mengganjal pintu ruang kuliah sehingga para korban tidak bisa menyelamatkan diri.
Kasus penembakan di AS kerap menelan korban jiwa, seiring dengan makin meningkatnya kepemilikan senjata di kalangan masyarakat sipil di AS. Diperkirakan lebih dari 30 ribu orang tewas di AS tiap tahunnya akibat kasus penembakan. Pembantataian dengan senjata api seperti yang terjadi di kampus Universitas Virginia Tech, juga pernah terjadi di Columbine High School, Colorado delapan tahun lalu, yang menewaskan 13 orang dan pelakunya dua orang pelajar yang akhirnya juga menembak dirinya sendiri. (ln/iol)