Pemerintah Belanda dalam waktu dekat ini akan membuat keputusan final apakah akan memberlakukan larangan mengenakan burqa dan cadar bagi para Muslimah di negeri itu. Masalah ini mencuat setelah sejumlah politikus di negeri Kincir Angin itu mengungkapkan kekhawatirannya bahwa pakaian semacam itu merupakan ancaman bagi keamanan. Dan pada akhir Desember kemarin, kabinet Belanda melakukan voting untuk melarang pemakaian burqa dan cadar.
Saat ini, kabinet Belanda sedang menunggu dulu hasil studi tentang aspek legalitas jika larangan itu diberlakukan berdasarkan undang-undang hak asasi manusia di Eropa, sebelum membuat keputusan final dan mengesahkan larangan tersebut.
Anggota parlemen sayap kanan, Geert Wilders yang pertama kali mengusulkan larangan mengenakan burqa dan cadar mengatakan, pada saatnya, burqa akan menjadi musuh bagi kaum perempuan.
"Seorang perempuan yang berjalan -jalan di jalan dengan seluruh badan tertutup adalah sebuah penghinaan pada semua orang yang meyakini persamaan hak," katanya.
Belanda boleh dibilang sebagai negara yang penuh toleransi karena sudah melegalkan prostitusi dan euthanasia, tapi dengan rencana larangan mengenakan burqa dan cadar bagi para Muslimah, Belanda kini sedang dalam proses memberlakukan sejumlah aturan-aturan keras yang berlaku di Eropa dengan dalih integrasi.
Praktisi hukum Muslim, Famile Arslan mengungkapkan, jika larangan berburqa dan bercadar diberlakukan, maka akan memicu protes dari kalangan Muslimah. Ia juga khawatir larangan itu akan berakhir dengan larangan berjilbab.
"Sebuah negara yang dikenal dengan toleransinya, kini sedang menjadi negara yang akan dikenal dengan kebodohannya," kata Arslan.
Menanggapi kekhawatiran warga Muslim itu, Islamic Human Right Commision-IHRC yang berbasis di London menyatakan bahwa kekhawatiran itu hal yang wajar. "Jelas ini menjadi kekhawatiran para Muslimah, bahkan para Muslimah di Inggris," kata ketua riset IHRC, Arzu Merali.
"Berulang-ulang, para Muslimah mengatakan bahwa mereka senang tinggal di sini, mereka merasa nyaman. Meski demikian, mereka juga khawatir Inggris akan mengikuti jejak Perancis," sambungnya.
Jika Belanda jadi memberlakukan larangan berburqa dan bercadar, maka Belanda akan menjadi negara pertama di Eropa yang secara nasional melarang bagian wajah ditutup.
Seorang Muslimah kelahiran Belanda bernama Hope mengatakan, ia mungkin akan menggunakan topeng wajah hasil operasi agar bisa berpakaian sesuai dengan ajaran agamanya dan jika larangan bercadar itu jadi diberlakukan. Ia menyatakan, Wilders dan para pendukungnya tidak memahami dan komentar-komentar mereka sangat melukai hatinya sebagai Muslimah.
"Betul bahwa ekstrimisme itu meningkat, tapi saya bukan bagian dari masalah itu," katanya.
Lebih lanjut Hope mengatakan bahwa ia cukup lama melakukan pendekatan pada orang tuanya agar boleh memakai cadar dan meyakinkan keduanya bahwa ia tidak sedang ‘dicuci otak’ atau cenderung menjadi seorang ‘militan.’ Keputusan Hope bercadar hanya semata-mata karena kecintaannya pada Tuhan.
"Saya senang memakai cadar seperti orang senang memakai celana jeans," ujar Hope yang saat ini sedang ikut dalam pameran bertema motivasi Muslimah mengenakan jilbab.
Sebagian masyarakat Belanda, memang masih ada yang mempertanyakan mengapa perempuan harus memakai cadar, namun mereka juga mempertanyakan mengapa orang ingin melihat muka perempuan.
Kauthar Yakubi yang masih berusia 16 tahun menyatakan, "Saya pikir cadar dan burqa agak sedikit ekstrim dan saya tidak paham mengapa orang-orang ingin melihat wajah perempuan."
Yakubi yang lebih memilih memakai jilbab melanjutkan,"Saya pikir tidak perlu ada undang-undang yang melarang bagaimana perempuan berpakaian, ini adalah pilihan mereka."
Arzu Merali dan IHRC menambahkan, mereka yang berada di kekuasaan selayaknya melakukan pembicaraan dengan kalangan minoritas dan berdialog tentang apa yang menjadi keprihatinan mereka.
"Jika kita melihat kembali ke belakang apa yang menjadi perdebatan antara Barat dan Muslim, kita akan menemukan bahwa banyak gerakan yang sebenarnya anti perempuan, bukan hanya anti Muslim, karena adanya penolakan hak wanita untuk bebas mengekspresikan dirinya," (ln/aljz)