Ahmet Davut Oğlu dan Kembalinya Raksasa Imperium Turki-Utsmani

Menteri Luar Negeri Turki yang baru dilantik, Ahmet Davut Oğlu, menyatakan jika negaranya berinisiatif untuk memainkan peran strategis yang lebih besar di kawasan Timur Tengah, Balkan (Eropa Tenggara), dan Kaukasus.

"Turki memiliki pandangan politik luar negeri yang kuat untuk kembali memainkan peran dan pengaruh secara lebih signifikan di kawasan Timur Tengah, Balkan, dan Kaukasus," tegas Oğlu sebagaimana dikutip situs berita Aljazeera (3/4).

Selain tiga segi tiga emas kawasan tersebut, Oğlu juga menegaskan, jika Turki akan terus menjadikan Eropa dan negara-negara Barat sebagai poros utama politik luar negeri Turki.

Ditambahkannya, Turki tidak ingin menjadi negara yang bisanya hanya mampu mengeluarkan reaksi seremonial di hadapan serangkaian problem di dunia, utamanya di kawasan, tetapi Turki ingin lebih jauh memainkan peran dan membuktikan dirinya sebagai solusi yang layak.

Bagaimana pun Turki adalah potensi sekaligus kekuatan yang besar di kawasan. Pengaruh (kebangsaan) Turki merentang mulai dari Balkan, Anatolia, Kaukasus, hingga Asia Tengah. Sepanjang wilayah itulah etnis, budaya, dan bahasa Turki menyebar. (Negara) Turki-Modern sekarang ini adalah pusat dari semua itu.

"Inilah Turki: kami berdiri di selat Bosphorus, bahu kami merentang dari mulai Eropa Tenggara, Anatolia, Kaukasus, hingga Asia Tengah. Langkah kami terus mantap menuju ke arah Barat, ke arah Eropa, tetapi hati kami tetap ada di Makkah al-Mukarramah," demikian pernah diungkapkan oleh politisi senior Partai Kebahagiaan Turki, Bulent Irinc.

Dan dengan semua potensi tersebut, bukan mustahil jika Turki dapat memainkan peranannya secara lebih maksimal.

"Turki akan kembali memainkan pengaruhnya dan menjadi sentral di kawasan," tegas Oğlu.

Tidalah berlebihan jika statemen Oğlu tersebut adalah bentuk penegasan jika ia dan rezim Erdogan ingin menjadikan Turki kembali "mewarisi" keagungan imperium Utsmani (Ottoman) Turki yang pengaruhnya malang melintang di sasah konstelasi global.

Pada masa keberadaannya yang merentang selama tujuh abad (13-20), wilayah pengaruh dan kekuasaan imperium Utsmani merentang mulai dari Eropa Tenggara, Anatolia, Kaukasia, Levantina (Bilad as-Syam), Semenanjung Arabia, Mesir, dan Afrika Utara. Wilayah tersebut menyerupai peta bulan sabit yang titik pusatnya terdapat di Istanbul, Bosphorus.

Oğlu resmi dilantik menjadi menlu Turki yang baru menggantikan Ali Babacan pada Jum’at (1/4) kemarin, menyusul kebijakan resufle kabinet (ta’dil wizari) yang diterapkan oleh PM Recep tayep Erdogan.

Sebelumnya, Oğlu adalah penasihat utama PM Turki dalam bidang politik luar negeri. Beberapa kebijakan luar negeri Turki saat ini ditengarai banyak terpengaruhi oleh strategi-strategi Oğlu.

Semenjak Oğlu memegang jabatan penasihat PM Turki pada 2003 silam, beberapa kebijakan luar negeri Turki tampak lebih megemuka di kancah internasional. Sebab itulah, oleh media-media Arab, Oğlu kemudian dijuluki sebagai Arsitek Politik Luar Negeri Turki (Muhandis as-Siyasah al-Kharijiyyah at-Turkiyyah).

Selain terkenal sebagai politisi senior, pria kelahiran Konya 1959 ini juga dikenal sebagai sosok diplomat ulung, akademsi, penulis, dan professor yang cemerlang. Beberapa bukunya, semisal "The Impact of Islamic and Western Weltanschauungs on Political Theory", "The Civilizational Transformation and The Muslim World", "Osmanlı Medeniyeti: Siyaset İktisat Sanat", dan lain-lain, banyak dijadikan rujukan kajian politik, utamanya politik Islam.

Semenjak Erdogan dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP)-nya menguasai pemerintahan Turki pada 2002 silam, dunia Islam sedikit banyak mulai menaruh harapan baru kepada negara tersebut. Oleh banyak kalangan pengamat, Turki dibawah AKP-nya dipandang sebagai prototipe negara Muslim ideal masa depan, bahkan digadang-gadang sebagai calon pemimpin negara-negara Islam yang dapat mewujudkan perubahan signifikan.

Setidaknya, terdapat beberapa agenda luar negeri Turki yang akan menjadi "pr" garapan Oğlu ke depan, yaitu masalah Israel-Palestina, Iran, keanggotaan Turki di Uni Eropa, hingga Armenia. (L2/AGS, Kairo)