Ahmad Zewail, Menggagas Jihad Reformasi di Dunia Arab

Perang di Libanon, Palestina dan Irak menunjukkan kondisi dan persatuan negara-negara Arab yang menyedihkan. Situasi ini makin memperjelas bahwa sudah saatnya bangsa Arab bangkit dan membangun sebuah sistem baru bagi masa depannya sehingga mampu kembali meraih kejayaannya seperti di masa lalu.

Ahmad Zewail mengungkapkan hal tersebut dalam artikelnya yang dimuat surat kabar Inggris The Independent, edisi Jumat (25/8). Zewail, ilmuwan kelahiran Mesir yang pernah mendapat hadiah Nobel pada tahun 1999 ini mengungkapkan keyakinannya bahwa dunia Arab bisa kembali berjaya seperti di masa lalu asal mau melakukan perubahan. Apalagi dunia Arab memiliki sejumlah keunggulan, antara lain kekayaan alam berupa sumber minyak, sinar matahari yang bisa dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif, potensi pasar yang cukup besar dan letak sejumlah negara Arab yang secara geografis dan politis sangat strategis.

Selain itu, menurut Zewail, keunggulan dunia Arab lainnya adalah masyarakatnya yang masih menghargai nilai-nilai keluarga, budaya yang unik, keyakinan yang beragam dan potensi generasi mudanya yang mendominasi hampir setengah populasi. Mereka memiliki bakat dan kreatifitas yang apabila digali dan dikembangkan akan memberikan kemajuan bagi dunia Arab.

Dalam artikelnya berjudul ‘We Arabs Must Wage a New Form of Jihad’, Zewail menulis bahwa bangsa Arab seharusnya tidak terbelenggu dengan masalah ideologi yang sudah usang dan teori-teori konspirasi. Menurutnya, ada empat ‘pilar perubahan’ yang penting yang harus dilakukan untuk mendukung pembaharuan dan tranformasi di dunia Arab.

Pilar pertama, membangun sistem politik baru, lewat sebuah konstitusi yang memuat prinsip-prinsip demokrasi dalam hal hak asasi manusia, kebebasan berbicara dan pemerintahan melalui pelaksanaan pemilu. Intelektual, tokoh-tokoh politik dan pemuka agama yang selama ini berada berlindung dibalik patron ‘mahkamah agung’, harus membentuk sebuah dewan yang memperdebatkan dan mengusulkan sebuah konstitusi baru untuk sebuah referendum yang melibatkan seluruh rakyat. Nilai-nilai relijius dalam kehidupan berbangsa dan kehidupan pribadi serta aturan-aturan sekular yang berlaku harus didefinisikan dengan jelas.

Zewail menuliskan, tidak perlu mengkhawatirkan akan timbulnya konflik dengan adanya perubahan ini, karena pemikiran dan keyakinan semacam ini telah mengemuka di masyarakat Barat yang demokratis dan beberapa negara Muslim seperti Turki dan Malaysia.

Pilar kedua, penegakan hukum harus berlaku untuk semua orang, tanpa melihat latar belakang kasta atau agamanya. Saat ini, menurut Zewail, penegakkan hukum masih bersifat diskriminatif, hanya pada orang-orang tertentu saja yang mengakibatkan kekacauan dalam praktek-praktek hukum, penyebab utama lambatnya pertumbuhan ekonomi, menyuburkan korupsi di pemerintahan yang akhirnya menghambat investasi, hilangnya kepercayaan dan sia-sianya sumber daya. Jika aturan diterapkan dengan adil, tulis Zewail, masyarakat akan merasakan keamanan dan mempercayai sistem yang berlaku.

Pilar ketiga, merevisi, merevitalisasi dan mengkaji ulang metode yang digunakan dalam pendidikan, budaya dan riset ilmu pengetahuan. Tujuan kesemuanya itu harus diarahkan pada upaya memacu pemikiran yang kritis dan sistem nilai yang disiplin, masuk akal dan semangat kerja tim.

Pemerintah harus bertanggung jawab atas pendidikan dasar bagi semua rakyatnya. Pendidikan tinggi tidak didasarkan atas kuantitas tapi kualitas, pemberian pendanaan berdasarkan prestasi dan bebas dari birokrasi-birokrasi yang tidak penting. Intinya, reformasi pendidikan dilakukan untuk meningkatkan kebanggaan dan prestasi di tingkat nasional maupun internasional.

Pilar keempat, perbaikan besar-besaran di sektor media di Arab. Saat ini, menurut Zewail, ada sejumlah saluran televisi dan media-media yang dibiayai oleh pemerintah daerah lokal, jumlahnya kemungkinan lebih banyak dari yang dibiayai institusi-institusi riset. Akibatnya, masyarakat hanya dijejali dengan informasi-infomasi usang dan propaganda.

Kehadiran media seperti Al-Jazeera, tulis Zewail, menjadi media berita yang sangat efektif bagi masyarakat Arab, media-media sejenis lainnya yang peduli dengan masalah kebudayaan, sosial, dan pendidikan, seharusnya banyak didirikan. Tujuan utamanya adalah untuk menstimulasi cara berpikir dan mendorong munculnya pemikiran-pemikiran kritis dalam bentuk dialog dan perdebatan yang sehat.

Zewail juga menulis, pemerintah tidak perlu melakukan kontrol yang ketat terhadap media massa sampai merasa perlu menunjuk tim editor untuk media bersangkutan. Penilaian atas kualitas dan kelayakan sebuah media, seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang profesional dan masyarakat itu sendiri berdasarkan aturan hukum yang berlaku.

Empat pilar itu menurut Zewail harus dilakukan untuk pembaharuan Arab di abad 21 ini. Masyarakat dan para pemimpin Arab harus siap melakukan transisi dan reformasi secara bertahap.

"Kita harus percaya pada diri sendiri dan pada partisipasi global, serta tidak selalu menyalahkan orang lain atas bencana yang terjadi sekarang ini atau menggunakan agama untuk kepentingan politik," tulis Zewail.

Ia mengutip ayat suci al-Quran yang menyebutkan bahwa Allah swt tidak akan mengubah nasib suatu kaum sepanjang kaum itu tidak mau berupaya mengubah nasibnya sendiri.’

Zewail mengajak masyarakat Arab untuk ikut serta dalam proses perubahan yang bersejarah ini dan tidak bersikap pasif, apatis yang hanya melegalkan status quo. Ia juga menyerukan pada para intelektual Arab untuk fokus pada hasil yang bermanfaat untuk orang banyak dan bukan untuk keuntungan diri sendiri.

"Hati nurani dan integritas adalah tanggung jawab bersama dalam periode yang penting ini. Saya mendesak para pemimpin dunia Arab untuk melakukan perubahan ini, dan dengan melakukan perubahan itu mereka telah membuat sejarah. Transisi yang damai ke arah demokrasi merupakan hal yang logis dan butuh waktu," tulis Zewail.

Jika perubahan tidak dilakukan, persediaan minyak akan makin menipis dan orang-orang berbakat akan pindah ke negara lain. Tapi, jika dunia Arab komitmen dengan empat ‘pilar perubahan’ itu, lewat ‘jihad’ pencerahan dan modernitas, dunia Arab akan melihat bahwa mereka layak mendapatkan tempat di masa depan. (ln/TheIndp)