Presiden Palestina Mahmud Abbas menganggap angin lalu ragam alasan dan keberatan pemerintah bentukan Hamas. Ia nekad nyatakan referendum akan berlangsung akhir bulan Juli 2006.
Jubir Kepresidenan, Nabil Abu Radaina mengatakan, “Hari Sabtu besok, Abbas akan mengeluarkan pengumuman tentang kapan waktu referendum digelar.”
Salah satu petinggi kepresidenan juga mengatakan, “Akan ada seruan kepada bangsa Palestina di Jerussalem, Tepi Barat dan Jalur Ghaza untuk ikut terlibat dalam referendum menyikapi rekomendasi yang diajukan sebagian tahanan Palestina yang masih berada dalam penjara Israel. Referendum itu akan mulai dilakukan pada 31 Juli.”
Ia menambahkan, referendum itu hanya akan berisi satu pertanyaan, “Apakah Anda setuju dengan rekomendasi tahanan?” Dan isi rekomendasi tahanan itu sudah diketahui, antara lain mencakup ide berdirinya negara Palestina merdeka, berdampingan dengan negara Israel. Poin itulah yang ditolak Hamas.
Saat ini, presiden Abbas telah mulai mengorganisir pelaksanaan referendum yang belum pernah dilakukan dalam sejarah Palestina. Abbas menganggap dialog nasional untuk menyatukan berbagai perbedaan di berbagai kelompok Palestina telah gagal.
Sementara itu, di Ghaza, ribuan orang dari elemen Hamas dan Jihad Islami turun ke jalan menggelar protes terhadap rencana pelaksanaan referendum yang diajukan Abbas. Mereka berkumpul di depan kantor Parlemen di Ghaza dan menyatakan menolak referendum. Selain Hamas dan Jihad Islam, ada lima komponen lain yang juga menolak referendum.
Jubir Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan, “Hamas tidak akan menerima opsi referendum berapapun harga yang harus dibayar.” Dalam konferensi pers di Ghaza, pimpinan Jihad Islam Khalid Bathsy, mengatakan, “Referendum bertujuan untuk menyerahkan tanah Palestina, termasuk mengakui keberadaan penjajah Israel.”
Meski telah terjadi perbedaan tentang referendum, namun Hamas dan Fatah –yang merupakan pasukan pro Abbas –sepakat menyudahi kontak senjata setelah mereka bertemu dengan perantaraan sejumlah pemimpin Mesir di Ghaza. (na-str/aljzr)