Perdana Menteri dan Presiden Palestina kembali menggelar pertemuan di Kota Gaza untuk membahas pembentukan pemerintahan baru, setelah pemerintahan yang dipimpin Hamas menyatakan undur diri.
Dalam pertemuan itu, Presiden Palestina Mahmud Abbas memerintahkan Perdana Menteri Ismail Haniyah untuk segera membentuk susunan pemerintahan baru yang merupakan pemerintahan koalisi.
"Hari ini, kami memulai prosedur pembentukan pemerintahan nasional bersatu. Saudara Ismail Haniyah menyerahkan pada saya pengunduran diri pemerintahannya dan saya menugaskan dia untuk membentuk kabinet barunya, " kata Abbas, Kamis (15/2).
Pada kesempatan itu Abbas mengungkapkan harapannya, pemerintahan yang baru nanti bisa segera mengakhiri krisis dan menjadi era baru bagi rakyat Palestina untuk hidup aman dan damai. Sementara kabinet bersatu belum terbentuk, Abbas meminta kabinet lama tetap melaksanakan tugas-tugasnya.
Abbas juga menyerukan agar semua elemen menghormati resolusi Arab dan dunia internasional serta kesepakatan yang telah ditandatangani oleh Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Di tempat berbeda, juru bicara Gedung Putih Tony Snow menyatakan bahwa AS akan tetap melanjutkan boikot pada semua menteri pemerintahan Palestina, termasuk para menteri yang bukan dari Hamas. AS baru akan menghentikan boikotnya, jika tuntutan yang diklaim AS sebagai tuntutan dunia internasional terkait kebijakan Palestina terhadap Israel, dipenuhi. AS selama ini menuntut agar pemerintahan Palestina mengakui keberadaan Israel.
"Kondisi-kondisi yang kami ajukan tetap sama, dan kami berharap Israel akan menemukan partner seperti yang telah kami lakukan dengan Presiden Abbas. Kami akan melanjutkan apa yang bisa kami lakukan, " katanya.
Sikap AS itu nampaknya akan menjadi batu sandungan bagi pemerintahan bersatu Palestina, karena para pemimpin Palestina berharap pembentukan pemerintahan bersatu akan segera mengakhiri boikot yang dilakukan Barat terhadap Palestina. (ln/aljz)