Presiden Palestina Mahmud Abbas memastikan akan menggelar referendum, menyusul kegagalan Fatah dan Hamas dalam mencapai kesepakatan politik terkait masalah pengakuan Palestina terhadap keberadaan Israel.
Abbas mengungkapkan hal tersebut dalam pertemuan dengan para delegasi faksi-faksi di Palestina Senin (5/6) malam, menjelang batas akhir yang diberikan Abbas pada Hamas untuk menentukan sikap atas dokumen yang dibuat para tahanan Palestina di penjara Israel, agar Palestina mengakui keberadaan Israel.
Pernyataan yang dikeluarkan kantor Abbas menyebutkan, "Presiden Abbas akan menentukan tanggal referendum setelah melakukan pertemuan dengan Komite Eksekutif PLO dan kaukus-kaukus yang ada di parlemen, Selasa (6/6)."
Hamas sudah meminta agar diberi perpanjangan waktu untuk mendiskusikan masalah ini dan menyarankan perubahan isi dokumen. Namun Abbas, yang memberi batas waktu hanya 10 hari, menolak permintaan Hamas itu.
"Jika ada orang yang ingin mengamandemen dokumen ini, kita tidak akan mendapatkan hasil," kata Abbas usai pertemuan dengan kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa, Javier Solana.
Abbas telah menyetujui usulan agar Palestina mengakui keberadaan Israel untuk mengakhiri sangsi terhadap rakyat Palestina dan memungkinkannya melanjutkan pembicaraan damai dengan Israel.
Menanggapi pernyataan Abbas yang akan menentukan tanggal referendum, sejumlah pemimpin Hamas di Jalur Ghaza mengungkapkan kemarahannya. PM Ismail Haniyyah dalam wawancara singkat dengan stasiun televisi Israel Channel 10 menyatakan lebih suka ‘melanjutkan dialog’ dan menentang batas waktu yang diberikan Abbas.
Hal serupa diungkapkan juru bicara Hamas Sami Abu Zuhri. Ia menyatakan, Hamas siap bernegosiasi tapi menolak batas waktu tersebut. "Kami siap untuk menentang referendum tersebut. Kami tidak akan menerimanya dan kami menolak referendum ini," tegasnya.
Polling-polling yang dilakukan menunjukkan adanya keyakinan dari responden bahwa referendum itu akan dengan mudah disetujui, meski sebagian besar rakyat Palestina tidak begitu sependapat dengan wacana referendum tersebut. (ln/aljz)