Tidak puas dengan respon Paus Benediktus XVI terhadap krisis yang telah ditimbulkan akibat pernyataannya tentang Islam, 56 menteri luar negeri dari negara-negara Muslim mendesak Vatikan untuk mencabut pernyataan Paus itu.
"Vatikan pantas mencabut atau meralat pernyataan yang telah diucapkan Paus, untuk menunjukkan semangat Kristen yang sebenarnya terkait dengan isu-isu Islam," demikian pernyataan para menlu negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, Selasa (26/9) kemarin, disela-sela sidang Dewan Umum PBB.
Para menteri itu mengungkapkan kekhawatirannya bahwa ‘bahasa’ yang digunakan Paus akan menimbulkan ketegangan antara umat Islam di dunia dengan Vatikan. Mereka mendesak Paus Benediktus minta maaf karena telah mengaitkan umat Islam dengan kekerasan.
Sejauh ini, Paus bertahan untuk tidak merespon desakan umat Islam agar dirinya menyampaikan permohonan maaf yang tegas dan menghapus kutipan-kutipan kontroversial yang ia sampaikan saat memberikan ceramah di Jerman, apalagi ceramah-ceramah Paus akan menjadi dokumen resmi Vatikan.
Para menteri luar negeri negara anggota OKI menilai pernyataan Paus tentang Nabi Muhamad saw yang menyerbarkan keyakinannya dengan pedang, menunjukkan pengetahuan Paus yang minim tentang Islam.
Dalam pernyataannya para menteri itu menyatakan, "Pernyataan Paus merefleksikan kurangnya informasi yang benar tentang Al-Quran, Nabi Muhamad dan agama Islam."
Menurut para menlu OKI, Paus melontarkan pernyataan yang menusuk itu pada saat umat Islam di dunia berharap bahwa Paus baru akan melanjutkan ajakan untuk membina hubungan baik yang telah dirintis pendahulunya dan Vatikan sejak beberapa dekade terakhir.
Para ahli teologi dan cendikiawan juga menilai pernyataan Paus tentang Islam telah menghancurkan upaya dialog antara umat Islam dan Gereja Katolik Roma, yang telah dirintis pendahulunya, Paus Paulus II.
Pada tahun 1986 misalnya, Paus Paulus II menggagas pertemuan antar pemuka agama, mulai dari Yahudi, Kristen, Muslim, Hindu, Budha, Sikh, Sintho dan perwakilan agama-agama Afrika dan Amerindian, di Asisi, Italia Tengah. Para perwakilan agama ini berkumpul untuk menyampaikan doa bagi perdamaian dunia.
Beberapa tahun kemudian, pada November 2004, Paus Paulus II mengemukakan pemikiran-pemikirannya bahwa "Tak seorangpun berhak menggunakan agama sebagai instrumen untuk menciptakan sikap tidak toleran, sebagai alat agresi, kekerasan dan menimbulkan kematian," ujarnya saat bertemu dengan delegasi dari Azerbaijan, salah satu negara yang mayoritas penduduknya Muslim. (ln/iol)