Selama hampir tiga minggu, Lapangan Tahrir, Cairo telah dibanjiri rakyat Mesir yang menuntut diakhirinya pemerintahan Hosni Mubarak. Majalah Time mengabadikan lapangan (plaza) kota-kota di seluruh dunia yang menjadi tempat pergolakan politik yang luar biasa.
Selama berhari-hari, Tahrir – atau Pembebasan – Square telah mendominasi halaman depan media dunia, yang menjadi pusat bermulanya revolusi Mesir, dan dengan peristiwa kekacauan yang luar biasa, serta mulai keberanian yang muncul di seluruh dunia.
Pada akhir abad 19, lapangan Tahrir dijuluki "Paris Sungai Nil", yang dipenuh dengan arsitektur Eropa, alun-alun itu sendiri dikelilingi oleh beberapa bangunan paling penting di Kairo, termasuk museum nasional, markas partai yang berkuasa (NDP), dan bangunan telivisi negara.
Pada tahun 1952, di Tahrir dimulai sebuah pemberontakan militer yang dipimpin Gamal Abdul Nasser yang menggulingkan monarki yang berkuasa, kemudian tampilnya pemimpin kharismatik di dunia Arab, yaitu pemimpin pemberontak, Jenderal Gamal Abdul Nasser, yang mengambil alaih kekuasaan dan menjadikan Mesir sebagai Republik Arab Mesir.
Maret 2003, diperkirakan 30.000 orang Mesir memprotes perang Irak, berlangsung di Lapangan Tahrir. Tapi, protes terhadap perang Irak itu, tidak sebanding dengan aksi protes sekarang yang melibatkan jutaan orang, dan berlangsung di Lapangan Tahrir untuk menggulingkan Hosni Mubarak. (mn/tm)