Aktifis Muslim di Denmark bersama dengan wartawan asal Inggris yang kini menjadi Muslimah, Yvonne Ridley akan menggelar konferensi satu hari bagi para wartawan Denmark pada bulan Maret mendatang. Fadel Sulaiman, Ketua Bridges Foundation, lembaga yang menyelenggarakan konferensi itu mengatakan, konferensi ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang sebenarnya tentang Islam, yang selama ini selalu diabaikan dan dicitrakan sangat buruk oleh media-media massa Barat selain memberikan dukungan bagi warga minoritas Muslim di Denmark.
Sulaiman mengatakan, baru-baru ini Islam dan umat Islam kembali dihinakan dengan dimuatnya kartun Nabi Muhammad di Jylland-Posten, harian terbesar di Denmark. "Kartun-kartun itu sangat buruk, nampaknya seseorang sedang berupaya untuk memprovokasi komunitas Muslim dan para pemudanya untuk melakukan sesuatu yang jelek," kata Sulaiman. Kasus pemuatan kartun ini jugalah yang melatarbelakangi perlunya ‘pencerahan’ bagi para wartawan di Denmark tentang agama Islam dan umat Islam.
Sementara itu, Yvonne Ridley pada Islamonline mengatakan, setelah masuk Islam ia merasa lebih tertantang ketika harus menerbitkan hasil kerja jurnalistiknya yang berkaitan dengan Islam dan umat Islam. Menurutnya, konferensi bulan Maret nanti akan menjadi titik balik, jika konferensi itu sukses menyadarkan para jurnalis non Muslim agar memberitakan soal Islam dan umat Islam secara obyektif. "Ini akan menjadi awal sesuatu yang besar," katanya.
Ridley adalah wartawati asal Inggris yang pada tahun 2002 ditawan Taliban di Afghanistan. Setelah dibebaskan para tawanannya, wartawati yang mendapatkan penghargaan atas hasil kerja jurnalistiknya ini memilih menjadi seorang Muslimah.
Dalam konferensi nanti, Ridley akan memberikan ceramah jurnalistik tentang kebebasan berbicara, hal yang menurutnya ‘diperketat pada saat ini.’
"Sebagai seorang jurnalis profesional, saya punya tanggung jawab pada diri saya sendiri dan profesi saya untuk mengirformasikan diri dan menulis dengan otoritas yang saya miliki. Saya muak membaca, misalnya, di media-media barat yang menulis bahwa para pelaku bom syahid mencukur bulu-bulu di tubuhnya sebelum mereka melakukan serangan bom itu," ujar Ridley.
Di sisi lain, Ridley juga menyayangkan cara sebagian besar umat Islam memandang jurnalisme. Di negara-negara Muslim, kata Ridley, banyak yang memandang wartawansebagai perpanjangan tangan dari propaganda pemerintah dan gampang disuap. "Komunitas Muslim cenderung menjaga jarak dengan para jurnalis dan media. Padahal media adalah alat yang memiliki kekuatan dan kita, Muslim, harus belajar untuk memanfaatkannya," sambung Ridley.
"Apa yang lebih mulia dari pada memberikan infomasi dan mendidik masyarakat tentang kebenaran," katanya lagi setengah bertanya.
Ridley memuji beberapa jurnalis Arab, seperti mereka yang bekerja di Al-Jazeera atas keberanian mereka meliput dari lokasi-lokasi ‘panas.’ "Saya salut dengan semangat para jurnalis yang pergi ke area dimana para jurnalis Barat tidak mau pergi ke area tersebut. Beberapa tahun belakangan ini, merupakan tahun-tahun melelahkan bagi para jurnalis." kata Ridley yang sekarang menjadi tempat meminta nasehat bagi rekan-rekannya yang ingin melakukan liputan tentang Islam dan umat Islam.
Yvonne Ridley, yang dulu pernah bekerja di Aljazeera kini menjadi editor bidang politik di stasiun televisi Islam Channel dan menggarap program isu-isu aktual dan kontroversial. Ia sudah banyak berkunjung ke negara-negara Islam seperti Afghanistan, Pakistan, Yordania, Bahrain, Qatar, Mesir, Indonesia, Brunei, Irak dan Palestina.
Ridley menegaskan pentingnya membedakan antara Islam dan umat Islam. "Islam sempurna, tapi tidak semua umat Islam sempurna," katanya. (ln/iol)