Demokrasi yang dibiayai negara dari pajak rakyat sedianya untuk melahirkan para anggota DPR-DPRD yang menyuarakan masalah dan kepentingan rakyat, dan para pemimpin yang bersedia menjadi pelayan untuk memakmurkan rakyat seringkali berubah arah menjadi instrumen yang melupakan, bahkan menyebabkan kemiskinan rakyat. Fakta kelaparan di suku Asmat seolah mempertanyakan sistem demokrasi yang berjalan selama ini. Ada yang perlu diperbaiki dan kembali diluruskan.
Sistem demokrasi kita telah mengakibatkan pertama, aksi palak memalak dalam pemilu atas nama mahar dan cost politik. La Nyalla dan Gerindra adalah kasus permukaan yang mengungkap adanya transaksi para calon kepala daerah dengan hampir, kalau tidak dikatakan semua, partai politik. Kedua, memancing para rentenir politik untuk ikut bermain mengundi nasib keberuntungan. Ketiga, melahirkan para koruptor berdasi atau “white colour crimes” yang tak terkendalikan. Terbukti tidak kurang dari 304 kepala daerah terjerat kasus korupsi. Lebih dari separo. Ini faktor sistem, bukan semata-mata moralitas personal. Sistem yang harus diperbaiki sebelum manusianya.
Negara yang selama ini menjadi tempat penjarahan banyak politisi bekerjasama dengan para rentenir berpotensi menimbulkan kebangrutan Indonesia. Akibatnya, pengangguran, kemiskinan dan bahkan kelaparan menjadi ancaman masa depan bangsa. Kasus busung lapar yang dialami suku Asmat hanya sebuah peringatan.
Demokrasi yang sangat liberal dan sarat transaksi haram ini sudah saatnya direvisi. Caranya? Tegakkan hukum. Tidak jalan, kembalikan pemilihan kepala daerah dan presiden kepada DPR dan DPRD. Tidakkah itu kembali ke sistem.lama yang pernah gagal?
Benahi DPR dan DPRD-nya. Berlakukan “fit and proper test” kepada setiap caleg yang didaftarkan oleh partai. Bentuk lembaga atau tim khusus yang kredibel dan punya integritas untuk menseleksi semua caleg. Dengan melibatkan KPK, Polisi, Kejaksaan, PPATK, akademisi, dokter, psikiater dan agamawan dalam lembaga atau tim seleksi caleg, ini akan menjadi langkah terobosan untuk menyaring caleg-caleg terbaik. Setelah itu kawal prosesnya dengan penegakan hukum yang tegas.
Teorinya, orang baik akan lahir dari lingkungan yang baik. Pemimpin yang lahir dari DPR-DPRD yang baik, maka pemimpin itu besar kemungkinan adalah orang-orang baik.
Demokrasi yang dalam prakteknya berbasis pada sistem yang baik, akan mampu memberi harapan dan optimisme bagi lahirnya para pemimpin yang ideal. Bukan para pemimpin yang sibuk membangun pencitraan dan mempersiapkan kelanggengan kekuasaannya. Sehingga bayi-bayi dan anak-anak di Kabupaten Asmat mendapat perhatian dan tidak dibiarkan mati kelaparan.(lk/sw)
*Penulis Tony Rosyid, Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa