Eramuslim.com – Kamp pengungsian terbesar di dunia, rumah bagi sekira 1 juta Muhajirin Rohingya saat ini, telah diputuskan untuk menerima kurang dari setengah dana yang dibutuhkan tahun ini, menurut pejabat PBB dan Bangladesh.
Menurut para ahli, hal ini disebabkan donor internasional telah mengalihkan donasi mereka terutama ke Ukraina.
Mohammad Jubair, 30 tahun, lahir di kamp dari orang tua Rohingya yang merupakan bagian dari gelombang Muhajirin sebelumnya.
Dengan pemotongan jatah yang telah berlaku pada bulan ini, dia mengkhawatirkan istrinya, yang sedang hamil tujuh bulan.
“Saya benar-benar kesulitan di sini. Saya hanya ingin anak saya mendapat kesempatan. Apakah sudah saatnya untuk mengambil risiko dan naik perahu?” tanya Jubair retoris, merujuk pada pilihan berbahaya yang telah diambil sebagian Muhajirin Rohingya guna mendapat kehidupan yang lebih baik di luar kamp pengungsian.
Ia mengatakan, bahkan sebelum bulan ini, dia hanya makan satu atau dua kali sehari dan menukar sisa ransumnya dengan barang-barang seperti obat-obatan dan pakaian.
Saat para Muhajirin berbaris di awal bulan ini untuk mengambil jatah beras dan dal (bahan pangan setempat) bulanan mereka, yang lebih kecil dari sebelumnya, Jubair masih berada di tenda daruratnya bersama istri.
Istrinya merasakan sakit perut, katanya, dan dia tidak tahu apakah itu karena kelaparan atau sakit. Dia hanya bisa memberinya sebotol air panas, karena tidak mampu membeli yang lain.
Kekurangan dana tersebut menyebabkan pengurangan jatah makanan bagi para Muhajirin Rohingya yang telah bertahun-tahun mengungsi setelah melarikan diri dari upaya pembersihan etnis oleh militer Myanmar pada tahun 2017.
Muhajirin Rohingya bergantung pada bantuan internasional karena kebijakan Bangladesh yang melarang mereka mencari pekerjaan formal.
“Jika kami bisa bekerja,” kata Saiful Islam Peter, seorang Muhajirin Rohingya berusia 24 tahun, “kami bisa menyelesaikan masalah kami sendiri.”
PBB memperingatkan, jika kebutuhan dana gagal terpenuhi, lebih banyak porsi bantuan yang akan dipotong tahun ini dengan konsekuensi yang mengerikan, terutama bagi anak-anak, yang merupakan 55 persen dari Muhajirin di kamp pengungsian.
“Berulang kali,” kata Tom Andrews, pelapor khusus PBB untuk Myanmar, “kita mengecewakan orang-orang ini.”
Pengurangan bantuan ini terjadi di tengah meningkatnya masalah di kamp, mulai dari peningkatan penyakit kronis hingga lonjakan kekerasan kelompok kriminal.
Pendanaan telah mengalami tren penurunan sejak tahun 2019, dan mulai mencapai tingkat kritis tahun lalu, sebut PBB. Dari $881 juta kebutuhan dana, hanya 62 persen yang dapat terpenuhi.
“Prospek tahun ini bahkan lebih buruk,” kata Johannes van der Klaauw, Direktur UNHCR untuk Bangladesh.
Tazreena Sajjad, seorang profesor di bidang studi migrasi dan kepengungsian di American University di Washington mengatakan bahwa pendanaan untuk krisis kemanusiaan di Yaman, Sudan Selatan, maupun wilayah Sahel di Afrika juga turun drastis dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah perang Ukraina.
[sumber: sahabat al aqsha]