Damai Dengan Assad Adalah Penyerahan Kepada Syiah

sisi-assadEramuslim – Mantan direktur kantor berita Al Arabiya memperingatkan bahwa seruan Presiden Mesir Abdel Fattah Sisi untuk berekonsiliasi dengan rezim Syiah Bashar AL Assad adalah sebuah pernyataan penyerahan Suriah, Irak dan Lebanon kepada Iran.

Peringatan ini dilontarkan Abdul Rahman Al-Rashed dalam wawancaranya dengan surat kabar Arab Saudi “Middle East” menanggapi seruan Presiden dan pejabat tinggi Mesir untuk mempertimbangkan kembali hubungan dengan rezim Bashar Al Assad di Suriah.

Dalam terbitan berita dengan judul “Apakah Kita Harus Berdamai Dengan Assad?”, orang yang dekat dengan lingkaran kekuasaan di Riyadh ini mengatakan bahwa permasalahan sebenarnya bukan dengan sosok Bashar Al Assad, akan tetapi Iran yang berada di balik konflik bersenjata yang telah berlangsung sejak tahun 2011 lalu.

“Seruan berdamai dengan Assad mungkin dapat kita terima ketika di awal revolusi Assad bersedia duduk berdialog, untuk bersama membentuk pemerintahan baru yang mewakili seluruh golongan masyarakat,” ujar Abdul Rahman Al-Rashed.

“Rekonsiliasi dan solusi politik dengan tetap berkuasanya Assad adalah sebuah upaya hegemoni baru pemerintah Iran di kawasan utara Timur Tengah dan Teluk. Tentunya ini tidak dapat diterima oleh golonga Sunni yang dijadikan musuh oleh Syiah Iran,” tegas Abdul Rahman Al-Rashed.

Menurutnya  dukungan untuk kelompok revolusioner moderat Suriah adalah satu-satunya harapan agar Suriah tidak jatuh dalam genggaman Iran.

Sebelumnya dalam wawancara surat kabar Middle East dengan Presiden Mesir Abdel Fattah Sisi mengatakan, “Maksud dari solusi politik damai adalah solusi bagi seluruh pihak di Suriah, dan Saya berharap antara Assad dengan kelompok pemberontak dapat duduk damai mencari jalan keluar dari perang yang dapat membahayakan keamanan regional.”

Perlu diketahui selain membantu pemerintah Suriah dan Hizbullah lebanon, pemerintah Teheran kini bergerak maju memimpin pasukan pemerintah Irak untuk menggempur mujahidin Negara Islam di Tikrit dan Salahuddin, ditengah persaingan perebutan pengaruh antara AS dan Iran. (Rassd/Ram)