Selain Indonesia, 25 negara lainnya yang dianggap sensitif oleh China adalah Afghanistan, Libya, Thailand, Algeria, Malaysia, Turki, Azerbaijan, Nigeria, Turkmenistan, Mesir, Pakistan, Uni Emirat Arab, Rusia, Uzbekistan, Iran, Arab Saudi, Yaman, Irak, Somalia, Kazakhstan, Sudan Selatan, Kenya, Suriah, Kirgiztan, dan Tajikistan.
“Orang-orang yang pernah ke negara ini, punya keluarga, atau berkomunikasi dengan orang-orang di sana, telah diinterogasi, ditahan, dan bahkan diadili dan dipenjara,” tulis laporan HRW.
Akibat hal ini, kata HRW, hubungan kekerabatan antara warga Uighur di Xinjiang dan di luar negeri terputus.
“Pemerintah Xinjiang menghukum orang karena menghubungi keluarga mereka di luar negeri, banyak yang mengaku kehilangan kontak, termasuk anak-anak kecil, dalam hitungan bulan atau tahun,” tulis HRW.
Ribuan warga Muslim Xinjiang yang dipenjara mengalami cuci otak untuk menanggalkan keislamannya dan memasukkan paham komunisme. Hal ini disampaikan oleh Abdusalam Muhemet, 41, warga Uighur bekas tahanan China yang diwawancara New York Times.
Muhemet ditangkap karena ketahuan membaca Al-Quran di pemakaman. Selama dua bulan dia ditahan di salah satu penjara, yang menurut New York Times berada di Hotan, dekat Gurun Taklamakan, Xinjiang.
Sehari-harinya, mereka mendengarkan ceramah soal komunisme dan menyanyikan himne Partai Komunis, serta menulis esai “introspeksi” yang isinya merendahkan diri sendiri dan agama.
Salah satu lagu yang harus dihafal, kata dia, berjudul “Tanpa Partai Komunis, Tidak Akan Ada China Baru”. Mereka yang tidak hafal lagunya dilarang sarapan.