Dalam penjara itu, mereka dipaksa menghafal lagu-lagu Partai Komunis dan menyanjung Presiden Xi Jinping dengan berlebihan. Jika tidak, mereka akan mendapatkan hukuman fisik maupun mental.
Bekas tahanan bernama Nur mengatakan pujian terhadap Xi dan Partai Komunis dilakukan sebelum makan.
“Sebelum makan kami harus berdiri dan mengatakan; Kami bersyukur kepada Partai, bersyukur kepada Tanah Air, dan bersyukur kepada Presiden Xi, semoga Presiden Xi tetap sehat, dan tanah air makmur, dan kelompok etnis harmonis,” kata Nur.
Mei lalu, Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian kepada kumparan, membantah adanya penjara bagi ribuan umat Islam di Xinjiang. Dia bahkan menyebut berita itu palsu. “Itu berita palsu. Laporan itu direkayasa,” kata Xiao.
Namun menurut laporan HRW, doktrin Partai Komunis tidak hanya dilakukan China di dalam penjara, tapi juga terhadap masyarakat di Xinjiang. Menurut laporan HRW, warga harus mengikuti upacara bendera, dilarang menunaikan ibadah salat lima waktu, dan mengikuti budaya China.
“Kami juga tidak boleh mengatakan ‘Assalamualaikum’ tapi ‘nihao’…Tulisan Arab diganti China, coklat dan permen khas Kazakhstan tidak lagi dijual, tapi konsumsi alkohol justru didorong,” kata seorang warga, Auken, yang diwawancara HRW.
Warga Xinjiang lainnya, Ainagul, mengatakan dia harus salat dan puasa secara sembunyi-sembunyi demi menghindari pengawasan ketat aparat di Xinjiang.
“Saya biasanya salat lima waktu sehari. Tapi mereka mencatat orang-orang yang melakukannya, jadi saya salat dengan menutup tirai. Pemerintah datang dan bertanya berapa waktu saya salat, saya bilang lima kali. Tapi ipar saya menyenggol, dan saya katakan ‘hanya sekali’,” kata Ainagul. (kumparan)