Tampak jelas, Nana memaksakan halusinasinya di masalah becak. Udeh dijelaskan, becak diatur dan dilarang beroperasi di jalan-jalan protokol. Berulang-ulang. Nana enggak ngerti juga.
Dia nyinyirin Anies yang ingin ubah perda. Sungguh kelewatan. Nana enggak paham, kalo perda itu bukan berhala.
Fungsi Nana bukan jurnalisme. Dia lebih banyak ngomong, daripada mendengar. Aneh, jadi enggak jelas siapa reporter dan narsumnya.
Ngeyel abis, itu penampilan Nana malam ini. Bersikap seolah lebih tahu dari Anies. Ngawur ini si Nana.
Nana ikut ngomong saat Anies bicara. Riuh. Ribet. Rewel. Tipe cewe chatter box. Parah sekali. Dia sering memotong penjelasan. “Talking without thinking” adalah frase paling pas buat Nana.
Ceriwis, Nana tidak cerdas. Naikan rating dan kualitas intelektual Anies. Rumah DP 0 rupiah dijelaskan secara apik oleh Anies. Nana speechless.
Nana membuat kita paham: Anies seorang filsuf. Ilmunya tinggi. Anies berkata, “Keadilan bukan sama. Tetapi proporsional”.
Nana semakin enggak ngerti. Keliatan dari sorot matanya. Sekali pun coba ditutup dengan rentetan salvo kata-kata. Dasar bawel…!
Thanks Nana. Seratus hari pertama Anies-Sandi membuat kita legah. Kita punya pemimpin yang konsisten, tepati janji, cerdas, filsuf, wise, dan paling penting “bernyali”. Anies-Sandi tetap tolak reklamasi. Ya, kita juga bertanya, Pulau Reklamasi ini masuk kelurahan mana kok bisa ada HGB(kl/rm)
Penulis adalah kolumnis dan aktvis Komunitas Tionghoa Anti-Korupsi (Komtak)
https://www.youtube.com/watch?v=lH5GVVo_JW0