Banyak pandangan yang disampaikan Rizal Ramli kepada presiden tentang bagaimana sebaiknya menggelindingkan roda perekonomian tanpa harus menyengsarakan rakyat, menyimpang dari konstitusi dan, terutama, tidak latah menambah utang luar negeri yang sudah sangat menggunung hanya untuk menambal APBN.
Menurut Adhie lagi, sebagai ekonom senior yang dikenal memiliki reputasi dan teruji dengan segala terobosannya, tampaknya Joko Widodo terkesan pada gagasan-gagasan Rizal Ramli. Mungkin karena itu, ada kesepakatan memposisikan Rizal Ramli di Menko Ekonomi, seperti kabar reshuffle yang beredar di masyarakat.
Namun nyatanya, Rizal tiba tiba dipanggil Presiden Jokowi. Saat itu, Rizal langsung meninggalkan acara ILC meski diskusi belum selesai. Di sanalah, Rizal menerima pesan bahwa dirinya dicopot dari Menko Kemaritiman.
“Semula saya memang tidak yakin pada pernyataan Ahok bahwa pengembang punya andil sangat besar dalam mempresidenkan Joko Widodo dalam pilpres 2014. Lebih tidak yakin lagi bahwa pengembang bisa punya akses begitu langsung dalam roda pemerintahan, sehingga bisa menentukan personal kabinet. Ini sangat tidak masuk akal,” ujarnya.
“Tapi semua yang tidak masuk akal itu kini menjadi fakta. Rizal Ramli dipanggil Presiden ke Istana saat sedang menyampaikan kesaksiannya secara live di TV (One) atas perilaku Ahok dan pengembang yang banyak menyimpang dalam kasus reklamasi pantai utara Jakarta,” tutur Adhie.
Menurut Adhie, Rizal Ramli kemudian meninggalkan acara ILC sebelum waktunya dan menghadap presiden di Istana guna mendengar keputusan pemberhentian dirinya sebagai Menko Maritim & Sumber Daya yang oleh presiden sebelumnya diperintahkan menyelesaikan kasus reklamasi.
“Inilah kenyataan. Dunia politik memang tidak mempersoalkan ‘siapa benar dan siapa salah’ tetapi persoalan ‘menang dan kalah’. Dalam pertarungan Rizal Ramli vs Ahok (dan para pengembang) faktanya Rizal Ramli kalah,” ujar Adhie.
***
Jika Rizal Ramli dicopot secara tiba-tiba oleh kekuasaan, mengapa Jenderal Gatot yang juga–kelihatannya–berseberangan dengan mainstream kekuasaan sampai kini masih aman-aman saja? Padahal Jokowi memiliki kekuasaan powerfull untuk mencopot bawahannya yang tidak disukai dan memilih orang yang disukai.
Apakah semua ini terkait dengan skenario Bad Cop-Good Cop menjelang Pilpres mendatang? Apakah ini menjadi bagian dari skenario mendulang simpati rakyat dari seorang Jenderal Gatot yang bisa jadi akan dipinang Jokowi dalam Pilpres besok? Semua dugaan bisa saja timbul.
Kita sebagai rakyat hanya bisa berharap dan berdoa tentunya, agar rakyat Indonesia, terutama yang Muslim, tidak lagi menjadi pendorong mobil yang mogok. Yang ketika mobil itu sudah berjalan, kita lagi dan lagi ditinggalkan. Sudah berkali-kali itu terjadi dan apakah kita tidak mengambil pelajaran dari hal tersebut?
Waspadalah. Kritislah. Dan menjadi Cerdaslah. Jangan menari mengikut tabuhan gendang pihak lain. Kita cukup melihat dan menilai. Jangan larut dalam pertunjukkan wayang di mana belum jelas di padang bernama Khurusetra ini, di mana pihak Pandawa dan dimana pihak Kurawa. []