Nama Zain Bikha melambung seiring dengan salah satu lagu nasyidnya yang berjudul “Give Thanks To Allah” yang fenomenal. Nasyid ini oleh sebagian orang awam yang tak mengetahui nasyid sesungguhnya diklaim diciptakan dan dinyanyikan oleh Michael Jackson—artis pop asal Amerika yang meninggal tahun lalu.
Bikha lahir tahun 1974 di Pretoria, Afrika Selatan di mana ia mulai menyanyi sejak usia muda, meski hanya menghibur keluarga dan teman-temannya saja. Pada tahun 1994, ia mengikuti kompetisi menyanyi di sebuah stasiun radio lokal. Dari ribuan peserta, ia memenangkan kompetisi itu. Keberhasilan ini memberikan sebuah album debut, “A Way of Life” (1994). Ia segera menjadi sukses di antara komunitas Muslim Afrika Selatan. Kemudian pada tahun 1997, ia merilis album keduanya “Fortunate is He.” Ayah dua orang anak ini tak pelak menjadi sedikit munsyid dunia yang dimiliki oleh Islam. Berikut adalah petikan wawancara dengannya.
Anda adalah seorang munsyid dunia. Apa yang menginspirasi Anda untuk menjadi seorang munsyid?
Secara harfiah, itu terjadi karena “kecelakaan.” Saya terbiasa bernyanyi sejak saya masih kecil. Dan ketika saya lulus SMA, saya mengalami kejadian hebat dalam hidup saya; saya kehilangan teman yang sangat dekat. Dan itu adalah titik balik pertama dalam hidup saya. Kematian adalah sesuatu yang terjadi di depan mata, dan juga saya mulai berpikir; saya akan mati jadi apa tujuan saya hidup? Dan apa yang kita harus kita lakukan dengan hidup kita sekarang?
Dan saat itulah saya mulai menuangkan pikiran-pikiran saya dalam lagu (nasyid). Alhamdulillah saya menulis dua lagu yang sangat sederhana tentang Islam; lagu yang sangat dasar mengenai keesaan Allah, tentang Idul Fitri, dan agama. Terobosan nyata datang pada tahun 1999 ketika Yusuf Islam mengundang saya ke London untuk rekaman. Jadi saya pikir itulah titik balik yang nyata.
Apakah Anda mencoba untuk menyampaikan pesan tertentu melalui nasyid Anda?
Saya tidak ingin berkhotbah kepada orang-orang, saya bukan ulama. Saya hanya menyampaikan kepada mereka pikiran, perasaan dan emosi yang berhubungan dengan mereka, apa yang orang lain mungkin alami. Saya harap, saya bisa mendorong lebih banyak orang muda untuk menggunakan media musik atau bahkan sumber-sumber kreatif lainnya seperti puisi, penulisan kreatif, cerita pendek, untuk menyuarakan pikiran, emosi, dan perasaan mereka dan membuat mereka terdengar.
Banyak anak muda yang mungkin ingin jadi seperti Anda. Bagaimana dukungan orangtua Anda terhadap apa jalan yang Anda pilih?
Alhamdulillah, saya rasa saya sangat beruntung bahwa orang tua saya selalu mendorong saya. Saya pikir jika bukan karena mereka, saya tidak akan benar-benar peduli. Mereka benar-benar mendorong saya untuk menggunakan kreativitas saya melakukan sesuatu yang positif. Dan itu penting. Sesuatu yang saya akan katakan kepada generasi muda adalah bahwa meskipun tidak lewat musik, pilihlah sesuatu yang kreatif. Ada kreativitas dalam diri kita semua. Kita hanya perlu mulai menekan ke dalamnya. Sadarilah begitu banyak inspirasi di sekitar kita, dari serangga kecil, sampai matahari terbit yang indah dapat menjadi inspirasi, menuntun kita untuk menulis tentang kebesaran Sang Pencipta.
Di Afrika Selatan, kita sudah menjalankan workshop untuk lima belas SMA di seluruh negeri. Luar biasa anak-anak muda itu, mampu menulis dari hati mereka. Menulislah dari hati Anda.
Tampaknya anak Anda mengikuti jejak Anda….
Dia juga dibesarkan di sebuah lingkungan di mana ada banyak lagu. Dan ketika kami mengerjakan album “I Look, I See” dan “Our World”, Yusuf Islam mengatakan “Mengapa anak-anak Anda tidak dilibatkan lagi?” Waktu itu saya tidak yakin. Tapi kemudian kami merekam “Allah Knows” dan saya bertanya, “Nah, lagu apa yang ingin kamu nyanyika?” Dia bilang, “Rap!” Kemudian, kami bekerja sama dengan Abdul Malik dari Native Deen dan mereka menulis lagu yang fantastis tentang narkoba. Saya mendorong anak saya berani mencoba melakukan (rekaman nasyid itu). DIa baru berumur 15 tahun. Kita perlu anak muda untuk mewakili generasi Islam.