Pengamat Ekonomi Center for Information and Development Studies (CIDES) Umar Juoro mengatakan operasi pasar masih cukup efektif untuk mengatasi kenaikan harga impor beras, namun sifatnya hanya sementara. Sebab untuk mengatasi masalah yang menjadi langganan setiap selesai masa panen ini, harus diatasi dengan perbaikan sistem produksi dan distribusi, bukan hanya mengambil upaya-upaya yang sifatnya sedehana saja. Berikut perbincangan eramuslim dengan Pengamat Ekonomi CIDES terkait dengan persoalan kenaikan beras yang sudah terjadi berulang kali pada masa kepemimpinan Presiden SBY-JK.
Sebagai negara agraris, kenapa hampir setiap setiap tahun Indonesia mengalami krisis beras?
Saya kira yang jadi masalah selama ini adalah menyangkut distribusi dan produksinya. Kalau kita lihat dari beras itu, didaerah-daerah tertentu yang tidak terdistribusi dengan baik memang mengalami kenaikan harga, tapi kalau produksinya bagus sebetulnya tidak ada masalah. Hal ini terjadi terutama pada daerah lumbung beras. Daerah non produsen beras, akan mengalami kenaikan yang tinggi kalau pasokan tidak tiba tepat pada waktunya.
Solusi yang diambil oleh pemerintah saat ini sebenarnya terlalu simplistik. Bisa saja melakukan apa yang diambil oleh pemerintah saat ini, ketika harga beras naik kita mengimpor, tapi itu tidak dapat memecahkan permasalahan dasarnya.
Kalau penanganannya terlalu sederhana (simplistik) seperti itu, pasti setiap saat akan dilakukan berulang-ulang. Sebagaimana diketahui langkah untuk melakukan impor beras, selalu menjadi permasalahan baru, sebab didalamnya persoalan kepentingan akan menjadi isu besarnya. Selain itu juga, disatu sisi petani sebagai produsen dirugikan, karena dia ingin mendapatkan hasil dari kenaikan harga.
Sehingga dapat dikatakan, kalau disatu sisi impor dapat memperbaiki stabilitas secara makro, tetapi kemudian petani yang akan dirugikan, termasuk juga kepentingan importir. Karena tidak semua importir itu akan dipilih, di situ akan terjadi pertarungan baik kepentingan bisnis maupun kepentingan politik.
Jadi tidak semudah itu, karena itu kalau pada saat pemerintah memutuskan harus impor beras, akan terjadi problematika itu. Kalau dilihat solusinya, kita sudah tahu bagaimana persolan kenaikan harga itu dapat diimplementasikan secara otomatis. Dalam pengertian, pertama kemampuan produksinya, dan kedua kemampuan distribusinya. Di situ yang saya lihat, ada kecenderungan makin melemahnya distribusi, namun kemudian cenderung mengambil solusi yang simplistik. Kenaikan beras inikan, pada pemerintah SBY saja sudah terjadi sekitar tiga kali, ini berulang-ulang setiap harga beras naik, belum sampai setahun sudah terjadi lagi.
Sebetulnya di mana kesalahan manajemen perberasan di Indonesia?
Kalau manajemen itukan kuncinya dua hal tadi, yakni aspek produksi dan distribusi. Jika dalam aspek distribusi, dalam hal ini Bulog masih bisa berperan, dengan stok yang memadai, maka operasi pasar dapat dilakukan tanpa harus mengimpor. Saya kira kalau kita lihat dari permukaan masalah distribusi, yang menjadi penyebab utama adalah penyangga yaitu stok tidak tesedia dengan memadai. Kalau stok ini terkumpul pada waktu musim panen tiba, lalu kemudian daerah-daerah yang surplus itu bisa membantu di dalam operasi pasar, sebelum mengambil langkah impor. Itukan bukan hal yang baru, sudah terjadi selama 30 tahun. Saya kira hal itu yang pertama harus dilakukan. Karena sekarang solusi yang diambil selalu impor. Padahal impor itu menimbulkan reksi yang keras. Kalau pun dilakukan, itu tidak akan bereaksi cepat. Tetapi apabila stok Bulog itu memadai yang sebetulnya sumbernya dari dalam negeri sendiri, pada waktu panen baik, punya stok yang memadai sehingga pada waktu operasi pasar bisa dilakukan, itu akan sangat membantu. Sehingga tidak langsung mengambil langkah yang kontroversial itu.
Saya kira yang pertama, yang umum, yang normal dalam manajemen peberasan kita dalam hal peningkatan kemampuan distribusi, antara yang surplus dengan yang kekurangan. Di sini peran lembaga nasional diperlukan, bukan yang bersifat kedaerahan, seperti Bulog atau unsur-unsur swasta. Saya lebih baik, ada kecenderungan memberikan insentif bagi distributor dalam negeri untuk mengalokasikan dari daerah yang surplus kepada daerah yang kekurangan, sebelum kejadian itu bertambah akut. Itu mudah dimonitor, kekurangan beras disuatu daerah, nah itu harus diselesaikan melalui jalur distribusi, hal tersebut bukan hal yang baru sudah tiga puluh tahun kita mengalami proses itu.
Kendala yang masih menjadi persoalan yang paling sulit di sini adalah dalam peningkatan produksi pada tingkat optimal, karena saat ini subsidi harga pupuk sudah akan dihilangkan. Dan produsen pupuk juga mengalami kesulitan mendapatkan gas, sebagi bahan baku pembuatan pupuk, ini yang lebih sulit. Tapi kembali kepada pengalaman masa lalu, juga pernah ada di mana kita sudah pernah mencapai swasembada beras dan pada waktu itu kita melakukan impor sebagi langkah-langkah yang lebih pada bagi salah satu strategi yang solid. Bukan kita biarkan saja beras, lalu jika naik maka kita mengimpornya, itu jadi kebijakan adhoc dan simplistik. Sehingga permasalahan malah semakin sulit.
Kebijakan impor tidak lebih baik untuk mengatasi krisis beras, solusi operasi pasar sendiri apakah akan dapat mengatasi masalah?
Kalau yang terjadi sekarang harga sudah naik, padahal kalau kita tahu inikan masalah yang bersifat siklikal, jadi sebetulnya antisipasi ini menjadi sangat penting. Ketika harga naik, kita baru mengimpor. Itu yang saya katakan tadi, isunya menjadi politis, berupa pertarungan kepentingan. Yang membuat masalah menjadi runyam, padahal itu masalah yang selalu berulang, dan bisa diantisipasi dengan jelas, termasuk daerah-daerah mengalami pasokan. Sebenarnya di situ kelemahan yang utama dari penentu kebijakan sekarang.
Apakah operasi pasar bisa menekan harga beras dipasaran?
Kelihatannya harga bisa turun, namun berdasarkan pengalaman kalau harga sudah terlanjur tinggi, salah satu cara pintas mengatasinya adalah dengan impor, tapi nanti kalau impor ribut lagi. Namun jika kemudian, stabilitas harga kenaikannya beralasan, dijaga dengan cadangan yang ada di Bulog, pemerintah bisa melakukan operasi pasar tanpa menunggu harga terlanjur tinggi. Cuma Bulog sekarang tidak bisa lebih efektif. Saya sendiri melihat peran dari lembaga itu masih penting, tapi jangan kemudian semata-mata mengambil pasokan hanya dari impor, tapi mengutamakan mengambil dari hasil produksi dalam negeri ketika musim panen tiba.
Menurut anda kenaikan ini menguntungkan petani atau spekulan?
Kalau sekarang menguntungkan bagi importir, kalau memang jadi mengimpor, petani tidak banyak diuntungkan dalam hal ini. Yang lebih diuntungkan importir. Kemudian langkah ini menstabilkan harga mencegah inflasi lebih tinggi, tapi tidak memecahkan masalah dasar mengapa harga beras gonjang-ganjing. (novel)