Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC), adalah lembaga sosial yang terpilih untuk menerima penghargaan Eramuslim Award dalam rangka MiLAD eramuslim ke-6. Lembaga ini dipilih karena kepeduliannya terhadap pelayanan kesehatan bagi kaum dhuafa, dengan pelayanan kesehatan cuma-cuma.
Apa dan bagaimana kiprah LKC selama ini? Berikut bincang-bincang eramuslim dengan Direktur Layanan Kesehatan Cuma-Cuma (LKC), Dr. Meizi Fahri.
Sejak kapan sebenarnya LKC didirikan?
Layanan Kesehatan Cuma-Cuma pertama kali didirikan tanggal 6 Nopember 2001 di Mall Ciputat, awal berdirinya sangat simple sekali hanya bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum saja, kemudian LKC mendirikan cabang-cabang untuk meningkatkan cakupan tugasnya. Karena itu dibuatlah cabang-cabang di Cipulir dan Bekasi.
Memang, untuk pertama kalinya LKC hanya pelayanan biasa saja yang menerima pasien, ada juga yang rawat inap tetapi cuma one day care. Setelah itu dengan berkembangnya LKC ketika membuka cabang keluar seperti di Bekasi, kita berusaha meningkat pelayanan melalui kerjasama dengan pemerintah, dalam hal ini Dinas Kesehatan dalam program penanggulangan penyakit TBC.
Apa saja yang paling diutamakan untuk pemberian layanan cuma-cuma ini?
Ada tiga jenis pelayanan, antara lain pelayanan dalam gedung berupa pengobatan umum. Pengobatan spesialis, pengobatan gigi yang memiliki bagian terpisah (poli). Kedua, rawat inap, dan yang ketiga aksi sigap bencana. Dalam aksi sigap bencana ini kita bekerja dengan beberapa instansi.
Selama kurun waktu kurang lebih 5 tahun ini berapa jumlah pasien yang sudah mendapatkan pelayanan cuma-cuma?
Untuk menangani pasien, LKC menggunakan sistem anggota, dan saat ini sudah ada hampir 10 ribu kepala keluarga. Dan yang bisa mendapatkan pelayanan dari LKC ini hanya dhuafa saja, sebab kita mendapat dana masukan dari zakat yang masuknya melalui Dompet Dhuafa.
Bagaimana jika ada dhuafa yang ingin mendapatkan pelayanan dari LKC?
Caranya, dhuafa bisa datang langsung ke klinik LKC dengan membawa surat keterangan tidak mampu dari RT/RW sampai Kelurahan, kemudian kita kroscek ke rumah yang bersangkutan.
(Dokter umum lulusan Fakultas Kedokteran UI ini mengaku banyak juga orang yang mengaku sebagai dhuafa, tetapi prosentasenya kecil, jika dilihat dari jumlah member yakni 10 ribu. Sedangkan jika dihitung satuan, jumlah orang yang mengaku-aku dhuafa lumayan banyak, bisa 20-30 orang.)
Tentang pelayan untuk korban bencana alam, apa saja yang sudah dilakukan oleh LKC?
Ketika bencana tsunami di Aceh, LKC bersama dompet dhuafa bekerja secara komprehensif, dengan mendatangkan tim bantuan berupa SDM, obat-obatan, ambulan, serta memberikan pelatihan untuk penduduk didaerah bencana, supaya bisa lebih mandiri memberikan pertolongan pertama, karena tidak mungkin selamanya LKC berada di tempat bencana.
Begitu juga bagi para dokter yang berjumlah sekitar 25 orang, mereka secara intensive dilatih, terutama yang berkaitan dengan basic live support (P3K) mapun pelatihan-pelatihan yang bekerjasama dengan pemerintah seperti penanggulangan TBC, maupun diabetes mellitus.
Layanan cuma-cuma apa saja yang pernah LKC berikan kepada kaum dhuafa?
Untuk kegiatan layanan ini biasanya pasien akan dirujuk ke rumah sakit yang menjadi mitra LKC antara lain kami bekerjasama dengan beberapa rumah sakit seperti RSCM, RS Fatmawati, RS Tangerang, RS Bhineka Bakti Husada, dan RS UIN Syarif Hidayatullah. Namun pembiayaan tetap ditanggung oleh LKC.
Layanan yang pernah dilakukan antara lain pembuatan saluran cairan kepala, operasi tulang, operasi usus besar/buntu, sedangkan untuk operasi bibir sumbing dan katarak biasanya dilakukan secara massal dan rutin dalam setahun 2-3 kali tempatnya di LKC yang bekerjasama dengan rumah sakit rujukan. Pada umumnya rumah sakit merasa senang bekerjasama, sehingga kemitraan sampai sekarang masih berjalan dengan baik.
Ada rencana untuk mengembangkan program serupa di daerah?
Kita berencana buat LKC-LKC yang lebih banyak lagi, supaya cakupannya bisa lebih menyeluruh. Kita menginginkan untuk membangun LKC ini lebih banyak didaerah luar Jakarta yang lebih memerlukan. Memang hal ini masih dipikirkan, tapi kemungkinan di sekitar daerah Tangerang, Bekasi, dan daerah Cirebon, ini baru rencana.
Mengenai kampanye tanggap flu burung yang dikeluarkan oleh pemerintah, apa upaya LKC untuk membantu program tersebut?
Itu kan hanya didaerah tertentu saja, kita akan bantu screening saja, jika ada ciri-ciri flu burung maka pasien akan kita rujuk ke rumah sakit. Tetapi untuk membuat program khusus didaerah yang terjangkit virus H5N1 itu sangat spesifik sekali, sebab sudut pandang LKC bukan pada jenis penyakit yang diderita, namun lebih pada keutamaan bagi kaum dhuafa. Jadi kalau yang terkena virus H5N1 itu orang yang mampu kita tidak akan tangani tapi akan dirujuk ke rumah sakit, namun jika yang menderita itu dhuafa kita akan biayai dari pendaftaran sampai selesai.
Batasan dhuafa untuk LKC sendiri itu seperti apa?
Kita mempunyai format yang terdapat dalam 38 pertanyaan yang harus diisi untuk membuktikan bahwa mereka betul-betul dhuafa. Contoh kriterianya mereka tidak mempunyai pekerjaan, tidak punya rumah atau rumah kontrak, pengungsi. Dan LKC saat ini mempunyai satu anggota pengungsi dari Aceh, yang tinggal digudang sekolah, benar-benar tidak mampu membiayai pengobatan.
Apa suka duka selama memberikan pelayanan cuma-cuma ini?
Kalau sukanya bersama dengan mereka (dhuafa) kami bisa mendapatkan kebahagiaan plus dari sisi rohani. Ada juga dukanya, terus menerus menghadapi mereka, sehingga merasa letih. Namun karena kita punya niat dan punya semangat, rasa letih itu akan hilang dengan sendirinya.
Tanggapan atas eramuslim award yang diterima oleh LKC?
Saya sangat berterima kasih kepada eramuslim, atas kepercayaannya kepada kami. Award itu bagi saya merupakan hasil perjuangan rekan-rekan di LKC yang selama ini bersama-sama menghadapi dhuafa. Saya juga memandang penghargaan ini sebagi tuntutan bagi kami di LKC untuk berkreatif melayani dhuafa lebih baik lagi.
Harapan anda untuk kelangsungan LKC kedepan?
Saya berharap masyarakat bias membantu lebih proaktif lagi, dan pelayanan kesehatan cuma-cuma juga dapat melaksanakan amanah yang diberikan para muzaki. Saya juga menargetkan pada tahun 2008 LKC dapat mendirikan RS Dhuafa yang pertama kali ada di Indonesia mudah-mudahan terealisasi, namun untuk lokasinya saat ini masih dalam penjajakan. (novel)